Rabu, 19 Januari 2022

Halaqah 01 : Muqaddimah Kitāb

🌍 BimbinganIslam.Com
📆 Senin, 07 Jumadil Akhir 1443 H/10 Januari 2022 M
👤 Ustadz Yusuf Abu Ubaidah As-Sidawi 
📗 Kitāb Al-Irsyād ilā Shahīhil I'tīqād (الإرشاد إلى صحيح الإعتيقاد) Panduan Lengkap Membenahi Aqidah - Karya Fadhillatus Syaikh Shālih bin Fauzan Hafizhahullāh
🔊 Halaqah 01 : Muqaddimah Kitāb

〰〰〰〰〰〰〰

*MUQADDIMAH KITĀB*


بسم الله الرحمن الرحيم 
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله رب العالمين وبه نستعين على امور الدنيا والدين والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين نبينا محمّد وعلى آله وصحبه أجمعين

و من نهتدى بالهوى و تبع فره إلى يوم الدين أما بعد 
 
اللهم إني أسألك علما نافعا، ورزقا طيبا، وعملا متقبلا

_"Ya Allāh, kami memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang halal dan amal shalih yang diterima di sisi-Mu."_

Sahabat BiAS yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla. 

Alhamdulillāh kita bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla bisa diberi kemudahan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla menuntut ilmu lewat program online Bimbingan Islam yang mudah-mudahan bermanfaat bagi kita, untuk menguatkan iman, menguatkan ilmu dan menumbuhkan amal shalih bagi kita semuanya.

Sahabat BiAS yang semoga dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla. 

Allāh Subhānahu wa Ta'āla menganjurkan kepada kita untuk menuntut ilmu. Demikian juga Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menganjurkan kepada kita untuk menuntut ilmu, karena ilmu adalah lentera dan cahaya yang mengantarkan kita menuju surga.

Dengan ilmu kita bisa tahu mana yang benar dan mana yang salah, mana tauhīd dan mana syirik, mana sunnah dan mana bid'ah, mana keta'atan dan mana kemaksiatan.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda: 

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

_'"Barangsiapa menempuh perjalanan dalam rangka menuntut ilmu agama maka Allāh Subhānahu wa Ta'āla akan memudahkan baginya jalan menuju surga."_

(Hadīts shahīh riwayat At Tirmidzi nomor 2646)

Oleh karenanya di awal muqaddimah (pertemuan) ini, kami mengingatkan diri kami pribadi dan kepada teman-teman sahabat-sahabat BiAS sekalian, agar kita meraih ilmu yang bermanfaat dari program ini atau program-program yang lainnya.

⑴ Hendaknya kita mengikhlaskan niat kita, meluruskan niat kita dalam menuntut ilmu, karena niat adalah pondasi, niat adalah asas untuk diterimanya amal ibadah kita.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda: 

إِنَّمَا الْعَمَلُ بِالنِّيَّةِ 

_"Sesungguhnya setiap amalan tergantung kepada niat kita."_

(Hadīts shahīh riwayat Muslim nomor 1907)

⑵ Hendaknya kita bersemangat dalam menimba ilmu ini.

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

اِحْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ, وَاسْتَعِنْ بِاَللَّهِ

_"Bersemangatlah kamu melakukan hal-hal yang bermanfaat dan mintalah pertolongan kepada Allah."_

(Hadīts shahīh riwayat Muslim nomor 2664)

Kalau kita ingin mendapatkan ilmu maka hendaknya kita bersemangat, tidak boleh bermalas-malasan atau bersantai-santai.
 
لا ينال العلم براحة الجسد

_"Ilmu tidak diraih dengan santai."_

⑶ Hendaknya kita senantiasa memohon kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, berdoa kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla. 

Karena ilmu adalah anugerah dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Bukan karena kehebatan kita, bukan karena kejeniusan kita, tapi ilmu semata-mata adalah anugerah atau hadiah dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla kepada hamba-hamba-Nya yang dikehendaki kebaikan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla 

Nabi alayhimshalātu wa sallām: 

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

_"Barangsiapa dikehendaki kebaikan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla maka Allāh akan memudahkan baginya memahami ilmu agama."_

(Muttafaqun 'alaih)

Maka perbanyak doa, terutama di waktu-waktu mustajab. 

Perbanyak doa: 

اللهم إني أسألك علما نافعا

رَّبِّ زِدْنِي عِلْمًا

Dan doa-doa lainnya.

⑷ Hendaknya kita bersabar dalam menuntut ilmu. 

Sabar adalah kunci keberhasilan. Ingat perkataan Nabi Musa 'alayhissalām tatkala beliau belajar kepada Khidir:

سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ صَابِرٗا 

_"In syā Allāh engkau akan dapati aku termasuk orang yang sabar."_

(QS. Al Kahfi: 69)

Maka salah satu kunci agar kita mendapatkan ilmu adalah dengan sabar. 

Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla memudahkan bagi kita untuk menuntut ilmu agama. 

Sahabat BiAS yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla. 

Ilmu agama ini luas. Ilmu agama ini banyak. Andaikan seluruh hidup kita, kita gunakan untuk menuntut ilmu maka masih banyak ilmu-ilmu yang belum kita pelajari.

Ilmu ini seperti lautan yang tak bertepi dan umur (usia) kita pun terbatas. Oleh karenanya hendaknya bagi seorang hamba memprioritaskan ilmu-ilmu yang sangat bermanfaat, ilmu-ilmu yang menjadi bekal bagi kita untuk (setelah) kematian kita.

Dan ilmu yang paling penting dalam agama kembali kepada tiga;

⑴ Ilmu Aqidah (Ilmu Tauhid)

Bayangkan, Allāh Subhānahu wa Ta'āla saja memerintahkan kepada Nabi-Nya untuk mempelajari ilmu ini.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

فَٱعۡلَمۡ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لِذَنۢبِكَ

_"Maka ketahuilah (pelajarilah), bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali hanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla."_

(QS. Muhammad: 19)

Kalau Nabi kita Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam saja diperintahkan oleh Allāh untuk mempelajari kalimat tauhīd Lā ilāha illallāh (لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ), lantas bagaimana dengan yang lainnya?

Maka nikmat yang paling besar yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla berikan kepada seorang hamba yaitu mana kala hamba tersebut diberi kemudahan mempelajari tauhīd.

⑵ Ilmu Tentang Fiqih 

Yaitu agar dia bisa beribadah kepada Allāh dengan benar, dia bisa berwudhu, dia bisa shalat, puasa, zakat, nikah, jual beli sesuai dengan panduan agama.

⑶ Ilmu Tentang Akhlak dan Adab

Ilmu ini juga penting agar interaksi dia muamalah dengan manusia sesuai dengan yang diridhai Allāh Subhānahu wa Ta'āla. 

بحبل من الله وحبل من الناس 

_"Seseorang harus menjalin hubungan baik dengan Allāh dan dengan sesama manusia."_

Sahabat BiAS yang semoga dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla 

Kalau kita belajar tauhīd maka harus belajar juga lawannya. Karena tidak sempurna ilmu seseorang tentang sesuatu kecuali apabila mempelajari lawannya juga. Makanya, termasuk hikmah adalah Allāh Subhānahu wa Ta'āla Allāh menjadikan segala sesuatu ada lawannya. Ada siang ada malam, ada manis ada pahit, ada hitam ada putih dan seterusnya. 

Demikian juga, kita tidak mungkin mempelajari atau memahami tauhīd dengan benar, kecuali apabila kita mempelajari lawannya juga yaitu syirik. Kita tidak mungkin mempelajari masalah sunnah dengan baik kecuali apabila kita memahami lawannya yaitu bid'ah. Kita tidak mungkin memahami tentang ketaatan dengan baik kecuali apabila kita mempelajari lawannya yaitu kemaksiatan.  

والضد يظهر حسنه الضد وبضده فتبينوا الشير 

_Dengan kita mempelajari lawannya maka itu akan menjadi jelas suatu perkara._

Oleh karenanya, pada kesempatan yang berbarakah ini dan ke depan, in syā Allāh kita akan mempelajari lawan dari tauhīd yaitu syirik. Dengan harapan agar menjadi pelajaran bagi kita untuk menghindari dan mewaspadainya. Kita belajar tentang syirik bukan untuk kita lakukan tetapi untuk kewaspadaan bagi kita. 

عَرَفْتُ الشَّرِّ لاَ لِلشَّرِّ وَلَكِنْ لِتَوْقِيْهِ وَمَنْ لَمْ يَعْرِفِ الْخَيْرَ مِنَ الشَّرِّ يَقَعُ فِيْهِ 

_"Aku mengenal kejelekan bukan untuk aku lakukan tapi untuk kewaspadaan."_

In syā Allāh kita akan mempelajari mulai pertemuan berikutnya.

وصلى الله و سلم على نبينا محمّد وعلى آله وأصحابه أجمعين 

____________________

Selasa, 18 Januari 2022

Halaqah 10 : Riba Harus Dihapus

🌍 BimbinganIslam.Com
📆 Jum'at, 20 Jumadil 'Ula1443 H/24 Desember 2021 M
👤 Ustadz Muhammad Ihsan, M.H.I
📗 Kitāb Qawā'du Fīl Buyū' (قواعد في البيوع)
Karya Fadhillatus Syaikh Sulaiman bin Salim Ar-Ruhaili Hafizhahullāh
🔊 Halaqah 10 : Riba Harus Dihapus 

〰〰〰〰〰〰〰

*RIBA HARUS DIHAPUS*


بسم الله الرحمن الرحيم 
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله رب العالمين وأصلي وأسلم على نبينا الكريم وعلى آله وصحبه أجمعين امام بعد 

Ikhawaniy wa Akhawatiy, Saudara Saudariku kaum Muslimin di manapun berada, semoga kita semua dilimpahkan rahmat oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kita lanjutkan pembahasan kita dari kaidah-kaidah riba. Yang mana kita telah sampai pada kaidah terakhir dari pertemuan ini, yaitu:

*▪︎ Riba Harus Dihapus*

Riba harus dihapus. Riba harus dihilangkan. Riba harus dibatalkan. Sebagaimana telah kita jelaskan di pertemuan sebelumnya bahwasanya transkasi riba adalah transkasi yang sangat berbahaya. Yang mana Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengancam keras orang yang berani melakukan transaksi riba.

Oleh karenanya ketika seorang mukmin sadar (tahu) bahwasanya dia sedang melakukan transaksi riba yang dimurkai oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, maka hendaklah dia bersegera melepaskan diri dari harta tersebut, (membatalkan) akad transaksi tersebut.

Dia berusaha menghilang riba yang sedang dia lakukan dengan cara yang bisa dia lakukan (semampunya). Inilah makna kaidah riba: الربا موضوع (harus dihilangkan).

Bagaimana cara berlepas diri dari riba? 

Para ulama merinci masalah ini. 

Keadaan pertama, ketika transaksi riba sedang berlangsung.

Maksudnya apa? Maksudnya belum selesai transkasinya. Dia masih bergelimang dengan transaksi tersebut, masih melakukan transaksi tersebut, dia masih menyetorkan uang riba ini.

Dalam keadaan seperti ini bagaimana cara dia berlepas diri dari transaksi riba? 

Jika ada cara yang memungkinkan untuk menggugurkan riba tersebut untuk menghapuskan riba tersebut, maka wajib dilakukan.

Misalkan:

Dia punya utang riba 5 Juta tapi dia harus membayar 7 Juta.

Maka dia temui orang yang meminjamkan uang. Dia temui kreditur lalu dia katakan, "Mas saya ingin Anda menghapuskan riba ini, saya bayar tunai sekarang."

Misalkan sisa uangnya 4 Juta yang belum dia bayarkan. Dia baru setor 1 Juta. Sedangkan dia harus menyetor 7 Juta, pokoknya 5 Juta, 2 Jutanya riba. Dia baru bayar 1 Juta, maka ada 4 Juta pokok lagi yang belum dilunasi.

Maka apa dilakukan? 

Kalau bisa dia menggugurkan riba tersebut dengan cara apapun, dengan cara yang dihalalkan tentunya. 

Dia datang kepada Si Kreditur, lalu dia katakan, "Mas, tolong gugurkan 2 Juta riba, 2 Juta yang menjadi tambahan utang saya, saya lunasi hari ini 4 Juta lagi." Kalau seandainya dia (kreditur) mau maka wajib untuk dikerjakan, tidak boleh dia tunda sehingga dia membayar riba.

Kalau dengan itu, dengan pelunasan hari itu juga bisa menggugurkan ribanya maka wajib dia lakukan. 

Namun kebanyakannya, keseringannya, susah untuk melakukan hal tersebut. Dia telah bicara dengan orang tersebut, berbicara dengan baik-baik, dia katakan, "Tolong gugurkan riba tersebut, saya tidak ingin terjatuh kepada keharaman yang Allāh haramkan," misalkan.

Lalu orang tersebut tidak mau mendengarkan alasan, dia tetap keukeuh si peminjam harus melunasi 7 Juta, harus tetap membayar riba tersebut. 

Kalau seandainya memang dia tidak bisa, setelah dia berusaha, maka apa yang dia lakukan? 

Maka hendaklah dia bertaubat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla bertekad kuat untuk tidak kembali lagi. Berazam (berkeinginan kuat) agar dikemudian hari dia tidak lagi terjatuh kepada transaksi haram seperti riba ini.

Tidak perlu juga dia menjual, misalkan dia kredit motor, tidak perlu juga dia jual motornya. Kenapa? 

Karena sama saja, kalau dijual motornya dia juga tetap jatuh kepada riba. Kalau dia jual motornya lalu dia lunasi uang kreditan tersebut, tetap saja akan membayar ribanya.

Namun kalau seandainya dia ingin menjual motornya dan dia tidak terkena mudharat, misalkan untuk segera berlepas diri dari riba, agar dia tidak lagi menjadi terbebani dengan utang riba tersebut maka ini jauh lebih baik. 

Namun tidak diwajibkan dia untuk menjual motor tersebut. 

Kenapa? 

Karena tidak ada bedanya, dia mau jual atau tidak jual dia tetap jatuh kepada riba. Dia tetap membayar riba. Tapi seandainya dia ingin cepat berlepas diri dari harta riba maka itu jauh lebih baik.

Ini ketika dia masih terlilit transaksi riba. 

Lalu bagaimana keadaannya ketika telah selesai transkasi riba? 

Ini berlaku untuk orang yang meminjamkan uang, berlaku untuk orang-orang yang mendapatkan harta riba, sebagai kreditur. 

Dia pinjamkan orang 50 Juta lalu kembali 80 Juta. Dia pinjamkan orang 50 Juta namun dia tarik dari orang tersebut riba 30 Juta sehingga dia menerima 80 Juta. Maka ada 30 Juta uang riba.

Bagaimana cara dia berlepas diri dari 30 Juta ini? Bolehkah dia memanfaatkan uang 30 Juta tersebut?

Para ulama mengatakan:

Pertama jika harta riba tersebut habis, maka kewajibannya cukup bertaubat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Benar-benar menyesal terhadap transaksi yang pernah dia lakukan dan berjanji bertekad kuat tidak akan kembali mengulangi perbuatan haram tersebut.

Misalkan:

30 Juta riba tadi sudah habis dia gunakan lalu dia ingin bertaubat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Apakah wajib dia keluarkan 30 Juta ini kepada fakir miskin? 

Para ulama mengatakan tidak, dia cukup bertaubat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Kenapa? Karena 30 Juta sudah dihabiskan (harta ribanya) sudah dia gunakan. 

Maka dia bertaubat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan memperbanyak sedekah dan istighfar kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengampuni dosa riba tersebut.

Sekarang bagaimana kalau seandainya harta riba tersebut masih ada, 30 Juta ini masih ada, apa yang harus dia lakukan? 

Maka para ulama mengatakan, "Seandainya dia belum tahu hakikat riba, dia belum tahu bahwa transaksi yang dia lakukan diharamkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, misal sebelumnya dia seorang kafir atau seorang muslim yang jahil (tidak tahu), tidak tahu ternyata hal ini dilarang oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla dia tidak paham, kalau seandainya keadaannya begitu maka mayoritas ulama mengatakan dia tetap harus berlepas diri dari uang 30 Juta tersebut.

Namun Syaikh Sulaiman Ar Ruhaili di sini mengikuti pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullāh mengatakan orang yang seperti ini dia tidak wajib mengeluarkan 30 Juta. Dia boleh memanfaatkan harta tersebut.

Karena apa? Karena dia tidak tahu.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

فَمَن جَآءَهُۥ مَوْعِظَةٌۭ مِّن رَّبِّهِۦ فَٱنتَهَىٰ فَلَهُۥ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِ

_"Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan)."_

(QS. Al Baqarah: 275)

Siapa yang datang peringatan dari Rabb-Nya lalu dia berhenti, jadi sebelumnya dia tidak tahu ini haram, lalu datang orang yang menjelaskan bahwanya perbuatan ini haram dimurkai oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, lalu dia berhenti gara-gara itu, apa kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla?  

فَلَهُۥ مَا سَلَفَ

_Maka dia boleh memiliki harta riba yang telah lalu._

Oleh karenanya di sini Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berdalīl dengan ayat ini. Orang yang sebelumnya tidak tahu bahwasanya transaksi itu riba atau transkasi tersebut diharamkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, ketika dia tahu lalu dia berhenti maka uang-uang yang telah ia dapatkan dari penghasilan riba tersebut boleh dia manfaatkan.

Kalau seandainya dia ingin disedekahkan maka itu lebih baik, namun secara hukum yang dikuatkan oleh Syaikh Islam Ibnu Taimiyyah dia tidak perlu membuang uang tersebut dengan memberikan uang tersebut kepada fakir miskin. Dia boleh memanfaatkannya. Walaupun bersedekah jauh lebih baik.

Kemudian keadaan orang yang kedua, dia sudah tahu harta riba, dia sudah tahu transkasi ini haram rapi dia tetap sengaja melakukan transaksi tersebut karena hawa nafsunya, karena dia ingin mencari kekayaan atau keuntungan, ingin mengejar kehidupan dunia, bagaimana hukum orang ini? 

Maka mayoritas ulama mengatakan orang tersebut wajib berlepas diri dari harta tersebut bukan dalam makna sedekah namun dengan niat membersihkan hartanya. Bukan untuk bersedekah namun untuk membuang harta haram ini.

Kemana dia berikan? 

Diberikan kepada fakir miskin atau untuk keperluan maslahat umum bukan dalam rangka sedekah atau mengharapkan pahala. Tidak! Tapi untuk membersihkan harta.

Karena harta ini tidak boleh dia manfaatkan. Harta ini haram dia gunakan, karena dia tahu bahwasanya harta tersebut diharamkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Dia tahu transkasi tersebut tidak dibolehkan namun dia dengan sengaja melakukan transaksi tersebut, maka orang seperti ini wajib berlepas diri membersihkan hartanya, mengeluarkan harta riba tersebut. 

Kalau seandainya tadi kita katakan dia pinjamkan orang 50 Juta lalu dia tarik 80 Juta, maka di situ ada 30 Juta riba. Dan 30 Juta ini wajib dia keluarkan dia berikan kepada fakir miskin. Disamping dia bertaubat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla atas perbuatan yang pernah dilakukan.

Wallāhu Ta'āla A'lam.

Sampai sini pembahasan kita, kajian sepuluh dalam masalah kaidah-kaidah Jual Beli dan Riba. Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla memberikan hidayah kepada kita semua, berikan kita ilmu yang bermanfaat dan memberikan kita taufik untuk mengamalkan ilmu yang telah kita pelajari.


وصلى الله على نبينا محمّد و على آله وصحبه وسلم ثم السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

____________________

Kamis, 13 Januari 2022

Halaqah 09 : Setiap Hutang Yang Mendatangkan Manfaat Adalah Riba

🌍 BimbinganIslam.Com
📆 Kamis, 19 Jumadil 'Ula1443 H/23 Desember 2021 M
👤 Ustadz Muhammad Ihsan, M.H.I
📗 Kitāb Qawā'du Fīl Buyū' (قواعد في البيوع)
Karya Fadhillatus Syaikh Sulaiman bin Salim Ar-Ruhaili Hafizhahullāh
🔊 Halaqah 09 : Setiap Hutang Yang Mendatangkan Manfaat Adalah Riba

〰〰〰〰〰〰〰

*SETIAP HUTANG YANG MENDATANGKAN MANFAAT ADALAH RIBA*


بسم الله الرحمن الرحيم 
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمدلله والصلاه والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه ولاحول ولاقوة الابالله اما بعد


Ikhawaniy wa Akhawatiy A'ādzakumullāh  

Kita lanjutkan pembahasan kita pada kaidah yang ketiga dari kaidah-kaidah riba, yang mana sebelumnya kita telah menjelaskan tentang:

• Pembagian Riba.  
• Dua Kaidah Riba.

Sekarang kita masuk pembahasan kaidah ketiga yaitu: 

*▪︎ Setiap Hutang Yang Mendatangkan Manfaat Adalah Riba*

كل قرض جر نفعًا فهو ربا 

_Setiap pinjaman (hutang) yang mendatangkan manfaat untuk orang yang memberikan pinjaman (kreditur) maka dihitung riba._

Karena apa? 

Karena para ulama menjelaskan bahwasanya memberikan hutang kepada orang lain merupakan: أقض الإحسان , yaitu akad berbuat baik. Semata-mata ingin membantu orang lain mengharapkan pahala dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Oleh karenanya sebagian ulama mengatakan pahala dalam peminjaman harta jauh lebih besar daripada pahala sedekah.

Kita bertanya, mengapa? Sedekah itu kan memberikan? Mengapa pahalanya lebih kecil dibandingkan pinjaman-pinjaman yang kita berikan lalu uang kita dikembalikan?

Sebagian ulama mengatakan pahala ketika kita meminjamkan harta kita kepada seseorang jauh lebih besar daripada pahala sedekah.

Para ulama menjelaskan hal tersebut, karena ketika seseorang meminjam biasanya ketika dia meminjam dia membutuhkan uang (harta), maka membantu seseorang yang membutuhkan pahalanya jauh lebih besar dibanding ketika dia tidak membutuhkan.

Oleh karenanya, على كل حال , tidak boleh seseorang mengambil keuntungan dari pinjaman yang ia berikan kepada orang lain: كل قرض جر نفعًا فهو ربا. 

Hadīts: كل قرض جر نفعًا فهو ربا adalah dhaif akan tetapi para ulama sepakat akan maknanya. Mereka menyetujui atau sepakat bahwasanya makna dari hadīts tersebut adalah makna yang benar, tidak boleh seseorang mengambil keuntungan ketika dia meminjamkan harta kepada orang lain.

Jadi, ketika dia meminjamkan uang satu juta dengan niat dan dia syaratkan kepada si peminjam, "Saya pinjamkan Anda uang satu juta namun kembalikan satu juta lima ratus," ada keuntungan 500 ribu maka 500 ribu ini yang menjadi riba.

Namun berbeda halnya ketika seseorang meminjam uang kepada kita satu juta lalu ketika jatuh tempo Si Fulan (peminjam) datang kepada kita dan mengembalikan uang satu juta lalu dia tambah 500 ribu.

Apakah ini diperbolehkan? 

Para ulama mengatakan ini diperbolehkan.

Mengapa? 

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda: 

إِنَّ خِيَارَ النَّاسِ أَحْسَنُهُمْ قَضَاءً ‏

_"Sesungguhnya manusia terbaik adalah orang yang paling baik ketika melunasi hutangnya."_

(Hadīts shahīh riwayat Muslim nomor 1600).

Jadi dianjurkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam untuk mengganti dengan cara yang baik.

Maka ketika dia meminjam uang satu juta lalu dia kembalikan satu juta lima ratus ini diperbolehkan, namun dengan syarat tidak boleh ada persyaratan di awal. 

Orang yang meminjamkan uang (kreditur) tidak boleh mempersyaratkan agar dia mendapatkan keuntungan di situ. Keuntungan ini bentuknya umum tidak hanya uang. Bisa jadi keuntungan dengan bantuan, bisa dengan hadiah atau sebagainya. Ini tidak diperbolehkan.

Berbeda halnya kalau seandainya Si Peminjam yang ingin berbuat baik maka ini diperbolehkan. 

Namun ada satu catatan, ketika kebiasaan masyarakat setempat, ketika seseorang meminjam uang maka dia harus mengembalikan lebih 10 % dan ini telah menjadi 'urf (adat istiadat) di satu daerah misalkan. Kita tidak tahu ini terjadi atau tidak namun para ulama memberikan contoh ini.

Kalau ada seseorang meminjam, dia harus mengembalikan dengan kelebihan. Maka para ulama mengatakan kelebihan tersebut haram (dihitung riba). 

Karena sebuah kaidah mengatakan: 

المَعْرُوفُ عُرْفًا كَالمَشْرُوطِ شَرْطًا 

_"Sebuah urf atau adat yang berlaku di suatu daerah sama kedudukannya dengan syarat yang diajukan."_

Ketika kita tidak memberikan syarat, kita meminjamkan uang satu juta lalu kita diam, namun 'urf berkata lain. Ada adat di situ yang menentukan kita tahu bahwasanya dia harus mengembalikan uang satu juta lima ratus ribu (misalkan) karena 'urf yang berlaku di daerah tersebut demikian, maka (tetap) haram hukumnya dia menerima tambahan lima ratus ribu tersebut.

Karena sama saja dia mengajukan syarat walaupun dia tidak mengajukannya.

Karena apa? 

Karena 'urf yang berlaku karena adat istiadat yang ada pada tempat tersebut.

Maka ketika dia ingin meminjamkan uang, dia katakan, "Saya pinjamkan Anda uang dengan syarat Anda tidak boleh memberikan kelebihan kepada saya." "Ini uang satu juta tapi ketika Anda mengembalikan jangan dilebihkan," karena dia tahu di situ ada adat yang menyelisihi aturan syariat sehingga dia mempersyaratkan di awal dia tidak ada niatan untuk menerima lebih dari pinjaman yang ada.

Itulah sedikit tentang kaidah: كل قرض جر نفعًا فهو ربا . Ini kaidah yang sangat agung dalam masalah ini. Hendaknya kita memahami dan menghapal kaidah ini karena banyak sekali transaksi yang terjadi di zaman sekarang berkaitan dengan kaidah ini.

Sebagaimana ada dipertanyaan kemarin, bahasanya seperti usaha peminjaman uang dengan akad mudharabah. Dia meminjamkan seseorang harta untuk dia kelola sebagai usahanya, namun dengan akad mudharabah yaitu akad bagi hasil padahal di awal akadnya adalah akad pinjaman. Yang mana kita tahu akad pinjaman tidak boleh ada keuntungan di situ.

Seandainya dia pinjamkan uang kepada orang lain, lalu uang itu dia putar dan kita memberikan syarat, "Kalau Anda untung, 25% bagian untuk saya," maka di situ ada keuntungan dan ini tidak diperbolehkan.

Kalau kita ingin meminjamkan dan kita ingin menggunakan akad mudharabah (bagi hasil) maka berikan uang kepada orang tersebut lalu kita suruh dia untuk mengelola uang tersebut dan kalau terjadi kerugian maka kita siap untuk menanggung resiko kerugian.

Demikian penjelasan dari kaidah ini semoga bermanfaat.


وصلى الله على نبينا محمّد وعلى آله وصحبه وسلم ثم السلام عليكم ورحمة وبركاته 


____________________

Rabu, 12 Januari 2022

Halaqah 08 : Kaidah-kaidah Riba

🌍 BimbinganIslam.Com
📆 Rabu, 18 Jumadil 'Ula1443 H/22 Desember 2021 M
👤 Ustadz Muhammad Ihsan, M.H.I
📗 Kitāb Qawā'du Fīl Buyū' (قواعد في البيوع)
Karya Fadhillatus Syaikh Sulaiman bin Salim Ar-Ruhaili Hafizhahullāh
🔊 Halaqah 08 : Kaidah-kaidah Riba

〰〰〰〰〰〰〰

*KAIDAH-KAIDAH RIBA*


بسم الله الرحمن الرحيم 
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله رب العالمين وبه نستعين على امور الدنيا والدين
أشهد أنْ لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن سيدنا و نبينا محمدًا عبده ورسوله اللهم صل وسلم وبارك وانعم على عبدك ورسولك محمد وعلى اله وصحبه وسلم أما بعد


Ikhawaniy wa Akhawatiy Rahimakumullāh wa A'ādzakumullāh. 

Kita lanjutkan pembahasan kita di halaqah ke-8 ini, yang mana kita akan membahas (in syā Allāh) tentang Kaidah-Kaidah Riba. Sebelumnya kita telah jelaskan bahwasanya riba
terbagi menjadi tiga ketika ditinjau dari sisi transaksinya.

⑴ Riba Ba'i (riba terdapat pada jual beli).
⑵ Riba Dayn (riba pada utang piutang atau pinjaman).
⑶ Riba Syafa'at (riba yang disebabkan syafa'at yang diberikan seseorang).

*▪︎ Kaidah-Kaidah Riba*

Tentu di sini kita tidak memasukkan semua kaidah namun ini sebagai dasar. Kalau Antum ingin mempelajari lebih dalam, maka ikutilah kajian-kajian asatidzah-asatidzah kita, seperti kajian Ustad Ruwandi hafizhahullāh. Begitu pula dengan kajian Ustad Arifin Badri hafizhahullāh dan Ustad Ami hafizhahullāh.

Kaidah yang ingin kita bahas di sini adalah: 

• Kaidah Pertama | Riba Diharamkan Baik Kadarnya Sedikit atau pun Banyak. 

Riba itu hukumnya haram baik kadarnya sedikit maupun banyak.

Jadi tidak ada istilah, kalau ribanya cuma 200 perak itu boleh atau kalau ribanya cuma 1000 boleh, tidak! Riba walaupun sedikit haram apalagi banyak.

Mana dalīlnya? 

Pertama Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

ٱلَّذِينَ يَأۡكُلُونَ ٱلرِّبَوٰاْ لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ ٱلَّذِي يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيۡطَٰنُ مِنَ ٱلۡمَسِّۚ 

_"Orang-orang yang memakan riba ketika dibangkitkan pada hari kiamat seperti orang yang sedang kesurupan."_

(QS. Al Baqarah: 275)

Sebagian tafsir mengatakan bahwa dia dibangkitkan dalam keadaan gila, sehingga orang-orang yang berada di padang Mahsyar mengetahui bahwa dosa orang tersebut adalah karena riba.

Kenapa? 

Karena terlihat sempoyongan seperti orang gila. 

Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengatakan: 

ٱلَّذِينَ يَأۡكُلُونَ ٱلرِّبَوٰاْ 

_"Orang-orang yang memakan riba."_

Dalam ayat ini masuk semuanya, orang yang memberikan riba, orang yang menerima riba, orang yang menulis riba, orang yang menjadi saksi atas transaksi riba tersebut. 

Orang-orang yang melakukan transaksi riba, dibangkitkan pada hari kiamat nanti dalam keadaan sempoyongan seperti orang yang kesurupan atau seperti orang gila.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla, di sini menyebutkan ar riba (ٱلرِّبَ), riba secara umum, masuk semuanya dalam ayat ini. Baik riba ba'i, riba dayn (riba jual beli dan riba pinjaman). 

Begitu pula dengan jumlahnya, baik itu 200 perak, 500 perak, 1000, 2000, 1 Juta, 1 Milyar (masuk dalam ayat ini). 

Tidak ada pengecualian (misalnya), "Oh riba kalau sedikit maka diperbolehkan." Semua riba diharamkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla. 

Begitu pula perkataan shahabat Jābir radhiyallāhu 'anhu, beliau berkata: 

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ ‏. 

_"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam melaknat orang yang memakan harta riba (orang yang menerima riba), pemberi harta riba, yang memberi makan riba (مُؤْكِلَهُ) yang menulis transaksi riba (كَاتِبَهُ) dan dua orang saksi atas transaksi tersebut (شَاهِدَيْهِ)."_

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ

_"Mereka sama (sama-sama mendapat laknat)."_

(Hadīts shahīh riwayat Muslim nomor 1598)

Laknat itu apa? 

Laknat artinya dijauhkan dari rahmat Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Orang yang dijauhkan dari rahmat Allāh Subhānahu wa Ta'āla maka dia akan binasa. 

Ini salah satu dalīl bahwasanya riba adalah dosa besar.

Dalam hadīts itu Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan: الرِّبَا, secara umum. Tidak mengatakan, "Riba kalau banyak." Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan: الرِّبَا berapa pun itu maka dia terkena laknat dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla. 

Oleh karenanya kita harus pahami bahwasanya riba (sedikit atau banyak) haram. Ini kaidah pertama yang ingin kita bahas pada pertemuan kali ini.

• Kaidah Kedua | Harta-harta Ribawi Ada yang Sesuai Nash, Ada Pula yang Dianalogikan.

Ini berkaitan dengan riba ba'i (jual beli), komoditi ribawi.

Darimana kita tahu komoditi ribawi? 

Dari nash, dari sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. Disebutkan langsung oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. Namun ada pula yang diqiyaskan (dianalogikan) dengan hadīts atau sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Dipembahasan sebelumnya (halaqah ke-7) kita telah mengatakan bahwasanya riba hutang piutang berlaku pada semua barang. 

Adapun riba ba'i (jual beli) hanya berlaku pada enam komoditi ribawi yang mana disebutkan di dalam sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam: 

الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ 

_Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sejenis gandum dengan sejenis gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam._ 

Enam komoditi ini dikatakan oleh para ulama: الأموال الرّبويّة (komoditi ribawi). 

Maka seandainya orang tukar menukar antara kayu dengan kayu, kapas dengan kapas (misalkan) maka itu terserah. Mau 2 Kg kapas diganti dengan 1 Kg kapas (terserah) tidak ada masalah.

Namun ketika emas di tukar dengan emas, baru bermasalah karena harus terpenuhi syarat yang telah kita sebutan dipertemuan sebelumnya. 

Jika emas ditukar dengan emas harus sama timbangannya dan tunai (berlaku dua syarat yang berlaku pada transaksi tersebut).

Adapun jika berbeda jenis misalnya emas dengan perak maka boleh berbeda timbangan.

Contoh (misalkan):

200 gram perak = 10 gram emas atau 500 gram perak = 10 gram emas. 

Maka ini tidak mengapa, namun harus terpenuhi syaratnya yaitu harus kontan (tunai). Ini yang nash (sesuai dengan hadīts Nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam). 

Disebutkan di sana ada enam komoditi yaitu:

⑴ Emas, 
⑵ Perak,
⑶ Gandum (بُرِّ), 
⑷ Jenis Gandum (شعِيرِ), ⑸ Kurma, 
⑹ Garam.

Kemudian para ulama menjelaskan diantara enam komoditi ini ada harta-harta ribawi lain yang diqiyaskan dengan enam yang disebutkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tersebut.

Benda-benda apa saja yang masuk? 

Yaitu benda-benda yang sesuai dengan hukum 'illat yang ada pada benda-benda yang disebutkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. 

Apa itu 'illat? 

'Illat adalah sebab hukumnya.

Maka para ulama mengatakan ketika kita melihat emas dan perak, apa sebab hukum yang ada pada emas dan perak sehingga dia bisa menjadi komoditi ribawi?  
 
Para ulama mengatakan, bahwasanya 'illat atau sebab hukum yang ada pada emas dan perak adalah alat tukar menukar. 

Alat tukar menukar di zaman Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah dinnar dan dirham (dinnar itu emas dan dirham itu perak). Yang menjadi patokan nilai barang kala itu adalah emas dan perak.

Maka benda-benda yang ada pada zaman sekarang menjadi alat tukar menukar atau patokan nilai barang, maka dia dianalogikan (dimasukkan) ke dalam hukum emas dan perak.

Karena apa? 

Karena sebab hukumnya sama yaitu alat tukar menukar. 

Maka semua benda yang dijadikan alat tukar menukar pada suatu zaman dan pada suatu masyarakat, maka dia masuk ke dalam 'illat ini sehingga dia menjadi komoditi ribawi. 

Kemudian, sebab hukum ('illat) yang kedua adalah makanan. Kita lihat empat komoditi ribawi berikutnya: 

① Al burr (الْبُرِّ), gandum.
② Asy syaīr (الشَّعِيرِ), gandum jenis asy syaīr.
③ At tamr (التَّمْرُ), kurma.
④ Al milhu (الْمِلْحُ), garam.

Maka kita lihat di sini. Apa 'illatnya?

Para ulama mengatakan 'illatnya adalah makanan, makanan yang bisa ditimbang atau ditakar. Inilah yang menjadi sebab hukum.

Garam bagaimana? 

Garam adalah: ما يسلح بالطاعم, bumbu makanan. Makanan tidak bisa enak kecuali dengan garam. Maka semua ini masuk ke dalam komoditi ribawi, seperti bawang. Beras, beras diqiyaskan (dianalogikan) dengan gandum karena dia makanan yang ditakar. 

Maka benda-benda yang sama 'illatnya (sebab hukumnya) dia masuk ke dalam enam komoditi ribawi ini. Karena agama kita datang dengan menetapkan 'illat, yang mana dengan hal tersebut para ulama bisa mengetahui hukum-hukum yang selalu diperbaharui, hukum-hukum yang selalu berkembang.

Di zaman dahulu tidak ada ini, namun di zaman sekarang ada ini. Di zaman dulu makanan pokok Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah kurma, gandum zaman sekarang ada beras (nasi).

Bagaimana hukum beras ini? Maka kita lihat sebab hukumnya. 

Apa sebab hukum pada kurma atau gandum? 

Sebab hukumnya adalah makanan, berarti beras yang memiliki sebab hukum ('illat) yang sama yaitu makanan yang ditimbang dan ditakar. Maka dia masuk ke dalam komoditi ribawi.

• Kaidah Ketiga | Uang Kartal Termasuk Komoditi Ribawi.
 
Uang kartal yang berlaku zaman sekarang (uang kertas, uang logam) dengan mata uang yang berbeda-beda (Rupiah, Dolar, Pound sterling, Euro dan sebagainya) termasuk komoditi ribawi. 

Kenapa kita jelaskan kaidah ini, karena inilah yang penyebab riba paling banyak pada zaman sekarang. Sedangkan makanan jarang terjadi karena sekarang orang melakukan jual beli dengan uang. Jarang sekali kita temukan orang menukar kurma dengan kurma atau beras dengan beras.

Mungkin masih ada dan tetap berlaku hukumnya. Namun yang kita tekankan di sini adalah masalah uang karena ini yang sering terjadi di masyarakat kita.

Kenapa uang kartal termasuk komoditi ribawi? 

Karena dia sama 'illatnya, sama sebab hukumnya dengan emas dan perak yaitu alat tukar menukar atau patokan nilai barang.

Sekarang kalau kita tanyakan. 

Berapa harga mobil itu? 

Kita menjadikan patokan nilainya dengan uang.200 Juta atau 300 Juta. Maka sama seperti dinar atau dirham di zaman Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. Sehingga hukum uang kartal dianalogikan (diqiyaskan) dengan emas dan perak.

Para ulama menjelaskan, kita telah tahu bahwasanya uang kartal adalah salah satu komoditi ribawi yang mana hukumnya sama dengan emas dan perak. Namun para ulama menjelaskan bahwasanya mata uang suatu negara berbeda jenis dengan mata uang lainnya, seperti emas berbeda dengan perak.

Emas dan perak sebab hukum ('illat) nya sama yaitu alat tukar menukar. Namun para ulama menjelaskan bahwasanya mata uang satu negara berbeda jenis dengan mata uang lainnya. Seperti halnya emas dan perak, 'illatnya sama (sama-sama alat tukar menukar) di zaman dahulu. Patokan nilai barang.

Tapi emas dan perak berbeda jenis karena berbeda nilainya. Begitu juga mata uang, setiap negara berbeda jenis walaupun sama 'illatnya. Maka konsekuensinya, sebagaimana yang telah kita jelaskan, ketika dia berbeda jenis tapi 'illatnya sama, maka yang berlaku syaratnya adalah harus tunai.

Boleh kita menukar 1000 rupiah atau kita tukar 100 Dolar dengan 5 Juta, boleh!

Tidak harus 100 Dolar sesuai dengan harga rupiah di hari ini, tidak! 

100 Dolar boleh kita tukar. Kita beli uang 100 Dolar dengan 5 Juta, boleh. 

Namun dengan syarat harus tunai, diserahkan di majelis akad. Pembeli menyerahkan 5 juta lalu penjual menyerahkan 100 Dolar.

Tidak boleh kita katakan, "Ini 5 Juta dan 100 Dollarnya besok." Karena ini akan jatuh kepada riba an nasi'ah.

Wallāhu Ta'āla A'lam. 

Kita cukupkan sampai di sini, in syā Allāh kita lanjutkan pada halaqah berikutnya.


وصلى الله على نبينا محمّد وعلى آله وصحبه وسلم ثم السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

____________________

Selasa, 11 Januari 2022

Halaqah 07 : Pembahasan Kaidah Riba Bagian Pertama

🌍 BimbinganIslam.Com
📆 Selasa,17 Jumadil 'Ula1443 H/21 Desember 2021 M
👤 Ustadz Muhammad Ihsan, M.H.I
📗 Kitāb Qawā'du Fīl Buyū' (قواعد في البيوع)
Karya Fadhillatus Syaikh Sulaiman bin Salim Ar-Ruhaili Hafizhahullāh
🔊 Halaqah 07 : Pembahasan Kaidah Riba Bagian Pertama

〰〰〰〰〰〰〰

*PEMBAHASAN KAIDAH RIBA BAGIAN PERTAMA*


بسم الله الرحمن الرحيم 
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 
الحمد لله الذي علَّمَ القرآن و علَّم الإنسانَ ما لم يعلَم
وصلى الله على سيدنا محمد الذي عرساله إلى سائر الإنام وعلى آله وصحبه وسلم عدد من تعلم و علم اما بعد

Ikhawaniy wa Akhawatiy Sahabat BiAS di manapun Antum berada, semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla menurunkan keberkahan kepada kita semua.

In syā Allāh pada pertemuan kali ini, empat pertemuan mendatang kita akan membahas tentang "kaidah dalam riba".

Mengapa kita membahas tentang riba? Karena riba merupakan transaksi yang sangat diharamkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla bahkan riba termasuk transaksi yang merupakan dosa besar.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda: 

اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ

_"Jauhilah tujuh perkara yang bisa menghancurkan seseorang."_

(HR. Bukhari, no. 2766 dan Muslim, no. 89)

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam sebutkan di awal syirik, pembunuhan lalu menyebutkan riba. Riba merupakan salah satu dosa besar. 

Yang mana Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam hadītsnya mengatakan bahwa, _"Riba itu memiliki 70 tingkatan yang mana tingkat yang paling rendah dosanya sama seperti يَنْكح أُمَّهُ menikahi ibunya (berzina dengan ibunya)."_

Kita tahu bahwasanya zina itu termasuk dosa besar, lalu bagaimana berzina dengan ibunya sendiri? Ibu kandungan sendiri yang melahirkannya. Ini dosa yang sangat besar dan itu merupakan dosa terkecil di bab riba.

Makanya kita tahu bahwa dosa riba itu banyak yang jauh lebih besar daripada dosa menzinahi ibunya sendiri. Maka penting kita untuk mengetahui kaidah-kaidah tentang riba disamping itu pula bahwasanya di zaman sekarang banyak terjadi transaksi riba namun diberikan gambaran seolah-olah itu bukan riba.

Pembahasan pertama yang ingin kita bahas di sini pertama adalah:

▪︎ Pembagian riba ditinjau dari bentuk transaksi 

Riba itu ketika kita melihat dari bentuk akad transaksinya ada tiga macam.

• Yang Pertama | Riba Jual Beli

Yaitu riba yang terjadi pada transaksi jual beli yang dikenal di kalangan ulama dengan riba ba'i البيع.

Apa itu riba ba'i (البيع)? Yaitu tukar menukar harta karena البيع (jual beli) itu adalah tukar menukar harta. Penjual memberikan barang pembeli memberikan uang. Dengan adanya penambahan atau penundaan yang berlaku pada harta ribawi. Jadi ini khusus ada pada harta-harta atau komoditi ribawi.

Apa saja komoditi ribawi tersebut? Yaitu yang disebutkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam sabda beliau: 

 الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ 

_Yang pertama adalah Emas, apabila emas ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak (الْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ), gandum ditukar dengan gandum (الْبُرُّ بِالْبُرِّ), juga salah satu jenis gandum (الشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ), kurma ditukar dengan kurma (التَّمْرُ بِالتَّمْرِ), garam ditukar dengan garam (الْمِلْحُ بِالْمِلْحِ)._

مِثْلاً بِمِثْلٍ

_Harus sama beratnya harus timbangannya harus sama takarannya ( سَوَاءً بِسَوَاءٍ)_

يَدًا بِيَدٍ

_Syarat kedua harus tunai._

فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الأَصْنَافُ

_Apabila berbeda jenis dari komoditi riba tersebut_

فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ

_Maka terserah bagaimana kalian menjualnya._

Berapa keuntungan yang kalian inginkan. 

إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ

_Namun dengan syarat harus kontan (harus tunai)._

(HR. Muslim nomer 1587)

Berdasarkan hadīts di atas kita lihat bahwasanya riba jual beli itu terbagi menjadi dua:

Pertama, adanya riba penambahan karena kita katakan tadi bahwasanya riba jual beli tersebut adalah tukar menukar harta dengan adanya penambahan. Ketika adanya penambahan maka dinamakan dengan riba fadhl yaitu berlaku pada komoditi ribawi yang sama jenisnya.

Misalkan:

Tukar emas dengan emas, maka ini tidak boleh kecuali dengan takaran atau timbangan yang sama. 

√ 1 gram Emas harus ditukar dengan 1 gram Emas.
√ 1 liter Gandum harus ditukar dengan 1 liter Gandum.

Maka tidak boleh dia berbeda salah satunya, karena kalau berbeda (misalnya) Emas 2 Kg ditukar dengan Emas 1 kg maka jatuhnya pada riba fadhl (adanya penambahan harta).

Di samping itu ada riba penundaan yang dinamakan oleh para ulama nasi'ah dan ini berlaku pada komoditi ribawi yang berbeda jenis namun sama 'illatnya (sebab hukumnya) yang akan kita bahas nanti in syā Allāh di pembahasan selanjutnya tentang apa saja 'illat tersebut.

Misalkan: 

Emas dengan perak, 'illatnya sama tapi jenisnya berbeda. Namun illatnya (sebab hukum ribanya) sama yaitu nilai tukar barang, nilai suatu barang, alat tukar menukar di zaman itu. Maka boleh ketika menukar perak dengan emas adanya ketidak samaan dalam timbangan.

Satu gram emas ditukar dengan 100 gram perak (misalkan) itu diperbolehkan. Namun syaratnya apa? Sebagaimana sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:

فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ

_"Apabila berbeda jenisnya maka silakan kalian berjual beli terserah kalian dengan satu syarat harus tunai."_

Boleh dengan tambahan boleh tidak sama timbangannya. 1 liter beras kita tukar dengan 1/2 liter gandum (misalkan) ini dibolehkan. Namun syaratnya apa? Syaratnya harus tunai.

Ini riba yang pertama yaitu riba jual beli.

• Yang Kedua | Riba Hutang Piutang

Yaitu riba dayn. Apa maksudnya? Penambahan pada harta yang disebabkan oleh hutang piutang. Tadi riba yang berhubungan dengan jual beli, sekarang riba yang berhubungan dengan hutang piutang. 

Dan ini berlaku pada semua harta tidak hanya enam komoditi riba yang kita bahas di riba buyu' riba jual beli. Ini berlaku pada semua barang. Kalau seandainya seorang itu menggunakan (menghabiskan) dia meminjam suatu barang lalu dihabiskan, maka dia wajib mengganti sesuai dengan yang dia pinjam. Dia tidak boleh mensyaratkan harus diganti dengan lebih.

Misalkan:

Seseorang meminjam beras satu liter maka tidak boleh si debitur (orang yang meminjamkan) tidak boleh berkata, "Saya pinjaman Anda satu liter beras dengan syarat kembalikan dua liter beras", ini tidak boleh.

Begitu pula dengan uang, "Saya pinjamkan satu juta nanti kembalikan dua juta", ini tidak diperbolehkan. Sesuai dengan kesepakatan para ulama. 

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullāh berkata: 

وليس له أن يشترط الزيادة عليه في جميع الأموال باتفاق العلماء 

_"Seorang kreditur (orang yang memberikan pinjaman) tidak boleh mensyaratkan adanya penambahan, berlaku pada semua harta tidak hanya pada komoditi ribawi (riba jual beli) dalam semua harta dengan kesempatan para ulama."_

المقرض يستحق مثل قرضه في صفته

_"Kreditur itu hanya berhak atas harta yang ia pinjamkan tidak boleh lebih."_

Orang pinjam misalkan satu sak semen tidak boleh dia minta ganti dua sak semen, seperti itu.

• Yang Ketiga | Riba Syafa'at 

Riba Syafa'at adalah harta yang diterima disebabkan adanya syafa'at. Syafa'at di sini maksudnya adalah bantuan dalam bentuk perantara dari seorang yang memiliki kedudukan kepada orang lain untuk mengambil satu manfaat atau menolak sebuah mudharat. Bahasa lainnya mungkin meminta orang lain untuk melobi. 

Maka ketika seseorang memberikan syafa'at kepada orang lain, menolong orang lain, melihat jadi perantara untuk berbicara dengan orang lain agar orang yang kita tolong mendapatkan manfaat atau tertolak kemudharatan pada dirinya.

Orang ini tidak boleh menerima hadiah dari orang yang dia tolong. Kalau dia terima maka dia jatuh ke dalam riba syafa'at. 

Mana dalīlnya? 

Dalīlnya adalah sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam: 

مَنْ شَفَعَ لِأَخِيهِ شَفَاعَةً, فَأَهْدَى لَهُ هَدِيَّةً, فَقَبِلَهَا, فَقَدْ أَتَى بَابًا عَظِيماً مِنْ أَبْوَابِ اَلرِّبَا

_"Barangsiapa memberikan syafa'at kepada saudaranya lalu orang yang ditolong memberi hadiah kepada dirinya disebabkan syafa'at lalu dia terima maka dia telah masuk kepada salah satu pintu riba yang besar."_

(Hadīts riwayat Abu Dawud dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albanīy rahimahullāh).

Maka tidak boleh ketika kita memberikan bantuan kepada saudara kita berupa syafa'at lalu kita menerima hadiah.

Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini, sebagian ulama mengatakan ini berlaku pada syafa'at yang wajib, misalkan kita ada orang yang terzhalimi lalu orang tersebut datang kepada kita agar kita bisa membantunya untuk berbicara kepada orang yang menzhaliminya, yang mana dia tahu kita adalah orang yang disegani oleh orang yang zhalim tersebut.

Lalu kita datang kepada orang yang zhalim tadi lalu kita katakan, "Ya akhi, jangan menzhalimi dia", sebagian ulama mengatakan orang inilah yang tidak boleh menerima hadiah.

Kenapa? Karena kewajibannya untuk menghentikan kezhaliman saudara muslim. Kewajiban seorang muslim ketika melihat atau mendengar kezhaliman adalah menghentikan sebisanya. Maka seandainya orang tersebut tertolong lalu dia memberikan hadiah maka wajib untuk ditolak. Sebagian ulama mengatakan seperti itu.

Namun sebagian lagi mengatakan ini berlaku secara umum tidak boleh dalam semua syafa'at baik syafa'at yang wajib maupun syafa'at yang mubah. 

Apa contoh syafa'at yang mubah?

Misalkan contohnya: Kita ingin bekerja pada sebuah perusahaan lalu kita tahu dengan orang yang disegani oleh pemilik perusahaan. 

Kita ingin melamar dan kita tahu si pemilik perusahaan segan dengan pak Ahmad (misalkan) lalu kita datangi pak Ahmad dan mengatakan", pak Ahmad tolong saya dibantu", Pak Ahmad ini bukan orang yang bekerja di perusahaan. 

Kalau seandainya pak Ahmad orang yang bekerja di perusahaan bisa masuk pada bab rishwah (sogok) tapi pak Ahmad ini bukan orang perusahaan tapi orang yang memiliki kedudukan tidak ada hubungan dengan perusahaan.dengan Namun dia memiliki kedudukan dan disegani oleh pemilik perusahaan.

Lalu dia hubungi pemilik perusahaan lalu berkata, "Tolong saya ada kenalan namanya si Mahmud tolong dimasukkan ke dalam perusahaan Anda" misalkan. Maka ini adalah syafa'at yang mubah.  

Sebagian ulama mengatakan ini umum, larangan hadīts tadi masuk kepada syafa'at mubah yang kita bahas ini. Tidak boleh dia menerima hadiah. 

Para ulama mengatakan, mengapa tidak boleh dia menerima hadiah. Karena syafa'at itu adalah suatu yang remeh yang tidak perlu ada timbal balik di situ. Jadi dia tinggal menelepon lalu berbicara selesai. 

Adapun syafa'at-syafa'at yang membutuhkan tenaga, perlu mengeluarkan uang yang dia ketika kita meminta bantuan kepada seseorang lalu seorang itu sampai dia pergi ke kantor-kantor, dia mengeluarkan dana untuk membantu kita misalkan.

Misalkan dia harus safar ke tempat lain agar mengusahakan membantu kita dan sebagainya maka para ulama mengatakan yang ini baru boleh dia menerima hadiah sesuai dengan pekerjaannya, sesuai dengan capai yang dia keluarkan tidak boleh dia meminta lebih juga.

Misalkan urfnya kalau dia bantu kayak seperti ini urfnya gajinya upahnya dua juta maka dia terima dua juta adapun kalau seandainya dia hanya menggunakan kedudukannya di masyarakat untuk membantu seseorang dengan berbicara pada orang yang berkepentingan maka yang seperti ini tidak boleh dia menerima hadiah. Dia akan jatuh kepada riba. 

Dari mana sisi ribanya? Para ulama mengatakan sisi riba adalah karena pada asalnya riba itu adalah penambahan harta tanpa adanya timbal balik yang diizinkan oleh syariat. Ketika seorang meminjam kepada kita uang satu juta.

Saya pinjamkan Anda uang satu juta namun kembalikan dua juta maka satu juta lagi ini tidak ada timbal baliknya untuk apa. Ini timbal balik yang tidak diizinkan syariat begitu juga dengan syafaat ketika kita memberikan syafaat lalu orang itu memberikan hadiah maka ini tidak ada timbal balik yang diizinkan oleh syariat sehingga kita tidak boleh menerima hadiah dari orang tersebut.

Wallāhu Ta'āla A'lam 

Semoga apa yang disampaikan ini bisa dipahami.

وصلى الله على نبينا محمّد وعلى آله وصحبه وسلم ثم السلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

____________________