Selasa, 31 Maret 2020

Nahar : Maf'ul bih

Kaidah yang ke-17 adalah Maf'ul bih


Pada kaidah ke-5 bahwa maf'ul adalah objek. Dan ia berkaitan erat dengan fi'il muta'addi. Karena fiil mutaaddi membutuhkan maf'ul bih sebagaimana disampaikan oleh Imam Ibnul qayyim Rahimahullah menyatakan,



 " Fiil mutaadi membutuhkan maf'ul bih dengan sendirinya." 


Pernyataan tersebut mengisyaratkan bahwa ada fiil lazim yang memiliki objek tapi tidak mampu menashobkannya. Contohnya ada pada kaidah kelima seperti 


جلست على الكرسي


Kursi di sana adalah objek dari جلس secara makna karena ia adalah benda yang diduduki. Namun tidak menuruti irab. Menuruti irab الكرسي adalah Isim majrur, maka جلس adalah fiil lazim yang membutuhkan objek dengan bantuan huruf jar.


Berbeda ketika kita mengatakan 


ينصر الله المئمنين


المئمنين di sana adalah maf'ul bih makna yaitu yang ditolong oleh Allah.  Juga secara irab karena ia manshub oleh fi'il ينصر 


Demikian maksud dari perkataan beliau,



Senin, 30 Maret 2020

Fiqh 101 : Tujuan / Maqasid Syariah

Tujuan / Maqasid Syariah


Ada 4 pertimbangan dasar sebagai prinsip, ideology atau konsep panduan saat mempraktekkan aturan dalam Al Quran, disebut tujuan syariah atau Aqasid Syariah. 


Yang pertama adalah menyingkirkan kesulitan.

 

Cara hidup islami tidak dianggap sebagai beban. Kita harus shalat lima kali sehari, puasa sebulan penuh di bulan ramadhan. Kaum Nasrani memiliki prinsip penyiksaan diri dalam mengabdikan diri kepada Allah. Hidup dalam seklusi di padang pasir, mengucilkan diri di gua selama setahun, ke gunung selama sepuluh tahun. Harus berupa penyiksaan bagi mereka. Dari situ muncul pemberontakan-pemberontakan atas cara Tuhan yang tidak manusiawi. Seperti gerakan perubahan yang menuntut perubahan aturan untuk membebaskan diri, seperti pendeta sekarang diizinkan untuk menikah


Dari gaya hidup yang longgar, hampir tidak ada aturan, mereka menganggap Islam sebagai agama yang mengekang, dengan shalat lima kali sehari, harus mengeluarkan uang untuk amal, naik haji, dan lain-lain. Pada dasarnya, Islam diturunkan untuk mempermudah manusia dalam menjalani kehidupan di dunia. Pertanyaan pertama, bagaimana hidup jadi lebih mudah dengan shalat lima kali sehari? Bangun di waktu subuh, tengah hari, sore hingga malam? Tujuan ibadah ini adalah untuk selalu menyadari keberadaan Allah SWT. Untuk hidup di dunia dengan sadar, kita perlu menyadari adanya Allah SWT setiap saat. Sukses seutuhnya adalah sukses di dunia juga di akhirat. Shalat lima kali sehari memudahkan orang-orang beriman mengingat Allah SWT.


Hidup di dunia sangatlah sibuk. Kewajiban-kewajiban, kesibukan di dunia, siapa yang mampu mengingat Allah SWT. Nasrani pada umumnya, hanya ke gereja seminggu sekalipun beralasan sibuk. Menikmati hari sabtu mereka, kemudian minggunya sibuk. Gaya hidup macam apakah yang demikian? Shalat lima waktu tampak membebani, namun apabila anda menyadari bahwa mengingat Allah SWT itu kritikal untuk hidup anda, itu akan membuatnya terasa mudah. Selanjutnya, puasa 30 hari dalam setahun, bagaimana itu membuat hidup lebih mudah? Kita menahan diri, melepaskan diri dari sesuatu yang halal. Bukankah cukup dalam kehidupan sehari-hari kita diperintahkan menjauhi yang haram. Dalam bulan puasa, kita melepaskan diri dengan ikhlas dari hal yang halal, maka itu seperti latihan yang mempermudah kita untuk melepaskan diri dari yang haram di luar bulan ramadhan.


Selanjutnya zakat. Dengan memberikan sebagian harta kita untuk zakat, akan memupuk kedermawanan dalam diri kita. Kita belajar bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberi rizki dengan membagikannya kepada yang lain. Sikap bersyukur adalah sangat penting dalam menjalani hidup yang penuh cobaan, ada sukses, ada kegagalan. Biasanya apabila kita tertimpa musibah, kita berkata, oh tuhan, mengapa saya? Mengapa ini terjadi? Dan kalimat-kalimat serupa. Kesulitan apapun yang menimpa, kita tetap harus bersyukur kepada Allah SWT. Jadi meski rukun Islam dianggap sebagai elemen yang memberatkan, saat kita melihat gambaran besarnya, sebenarnya itu adalah panduan untuk membantu kita menjalani kehidupan di dunia.Seperti yang dikatakan dalam Al Quran, Allah tidak membebani seseorang di luar batas kemampuannya.


Dan nasihat Rasulullah SAW, saat mengirim dai ke Yaman, Mudahkanlah bagi mereka, jangan disusahkan. Secara umum, berbagai hukum yang diturunkan memiliki variasi yang memudahkan. Misalnya untuk seseorang yang dalam perjalanan, shalat lima kali bisa dijadikan tiga kali sehari. Begitu juga makan babi, dan minum alcohol. Jadi ada kemudahan yang menyesuaikan dengan perubahan keadaan tertentu dalam kehidupan manusia yang benar-benar memaksa. Dari mazhab ke mazhab, tujuannya adalah memudahkan praktek dalam kehidupan manusia. Proses pengambilan fatwa ini didasarkan pada konsep ‘memudahkan’. Umumnya, kita mengambil apa yang mudah, namun ini bukan pendekatan yang benar. Karena seharusnya didasarkan kepada prinsip mengikuti ajaran nabi Muhammad SAW, bukan mana yang lebih gampang. Seharusnya mana yang lebih otentik, mana yang memiliki bukti-bukti otentik. Itu yang tepat.



Prinsip yang kedua adalah pengurangan kewajiban. 


Seseorang bisa membandingkan dan berpendapat bahwa ajaran islam memiliki lebih banyak kewajiban dibandingkan ajaran kristiani. Ini tidak benar karena Kristen bukan lagi agama yang dibawa oleh Yesus, as. Agama Islam adalah pengurangan kewajiban dari agama yang dibawa oleh Nabi Isa, as yang didasari oleh agama yang dibawa oleh nabi Musa. Hukum Mosaic. Kristen yang dikenal sekarang sudah banyak menghapus hukumnya sendiri, yang pada dasarnya, lakukan apa yang diinginkan. Ini perspektif yang salah. Hukum Islam sendiri adalah refleksi dari kondisi Adam di Surga. Semua pohon dibolehkan, satu pohon terlarang. Itu yang perlu disampaikan. Yang tidak perlu dikatakan adalah apakah itu pohon apel, pohon anggur, dll. Yang pasti semua pohon dibolehkan, satu dilarang. Itu adalah deduksi dari kewajiban minimum.


Jadi pada saat anda menjelaskan mengenai satu hukum, anda hanya perlu menerangkan mengenai apa yang terlarang secara mendetil. Ini yang terjadi secara konsisten di dalam AL Quran saat menjelaskan mana yang dibolehkan mana yang tidak. Contohnya dalam pernikahan. Terlarang bagimu menikahi ibumu, adik perempuanmu, bibimu, dan seterusnya. Dan di penghujungnya, Allah mengatakan, kecuali yang disebut itu, dibolehkan untuk dinikahi. Contoh lain, dilarang bagimu darah, babi, hewan yang disembelih tidak dengan nama Allah, karena tercekik, dan seterusnya. Selain itu dibolehkan. Ini pola konsisten dalam deduksi hukum Islam. Selain itu, seseorang yang terpaksa memakan yang haram, tidak dianggap berdosa. Keadaan telah membebaskan dosa dirinya. Itulah reduksi, pengurangan.


Selanjutnya, hukum dari Quran tidak mendetil, banyak celah untuk disesuaikan dengan kehidupan di dunia. Nabi Muhammad SAW menambah beberapa detil sebagai panduan pelaksanaannya. Dalam qs. Al Maidah:101, Wahai orang-orang beriman, jangan menanyakan apa yang telah dijelaskan kepadamu karena akan mempersulit dirimu. Hal-hal tersebut sengaja dibuat umum untuk mempermudah. Saat Nabi Muhammad SAW memberi nasihat, tidak perlu bertanya lebih jauh. Misalnya saat anda tinggal di lingkungan nasrani. Mungkin jelas anda hindari babi. Tapi untuk makanan lain, anda tidak perlu masuk ke dapur, memeriksa cara memasak, melihat tipe minyak yang digunakan, apakah pisau dan alat makan yang sama digunakan untuk makanan mengandung babi, dan sebagainya. Karena yang demikian tidak jelas dilarang dalam Islam. Mungkin anda bisa melakukan itu semua, tapi itu akan membuat hidup anda sangat sulit. Sedangkan kita mengetahui sedikit najis tidak menodai keseluruhan. Misalnya air danau, di seberang anda ada yang buang air, bukan berarti air danau di depan anda menjadi tidak suci. Kita tahu prinsipnya, selama warna tidak berubah, bau tidak berubah, rasa tidak berubah.


Seperti juga orang-orang yang menggali hal-hal yang tidak perlu seperti kode-kode pada kemasan makanan, mana yang menunjukkan zat yang tidak halal dan sebagainya, itu membuang waktu, tidak penting. Pada prinsipnya, Islam memudahkan. Apabila sesuatu itu jelas haram, tinggalkanlah. Suatu waktu di Madinah, Rasulullah SAW diberi semangkok makanan oleh seorang yahudi, beliau tidak banyak bertanya. Tidak ada contoh dengan orang nasrani, namun sahabat mengisahkan hal yang sama juga dilakukan saat menghadapi umat nasrani. Nabi Muhammad SAW dalam sunnahnya melarang banyak bertanya, menggali terlalu dalam hal-hal yang tidak penting. Ada seseorang menanyakan apakah ibadah haji wajib tiap tahunnya dan beliau tidak menghiraukannya. Orang itu bertanya, tidak diindahkan, dan bertanya lagi. Hingga Nabi berkata, kalau aku berkata Ya, maka akan menjadi kewajiban. Tinggalkanlah aku dengan hal-hal yang kubebaskan kalian memutuskannya. Karena generasi sebelumnya telah hancur dikarenakan banyaknya pertanyaan-pertanyaan yang tidak penting dan argument yang disebabkannya. Apa yang dilarang oleh nabi, jauhi. Apa yang diperintahkannya, lakukan semampumu. Saat Rasulullah SAW bersabda, shalatlah seperti aku sholat. Maka kita melaksanakannya semirip mungkin. Disamping elemen-elemen yang tidak mungkin bisa sama persis.


Berkenaan dengan aturan transaksi bisnis dalam al Quran yang bersifat umum. Tidak ada banyak detil. Diantaranya, “Wahai orang beriman, penuhilah kontrak/janji-janji.” "Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu." Itulah prinsip-prinsip dagang. Sifatnya umum. Meskipun aturan di dalam Quran sifatnya umum, bukan berarti detil yang dijelaskan dalam sunnah tidak penting.


Prinsip dasar ketiga adalah mengenai pelaksanaan kesejahteraan umum atau kemaslahatan umat. 


Allah berkata, mudharatnya alkohol lebih besar dibanding manfaatnya. Manfaatnya bagi masyarakat secara umum diminimalkan. Ditekankan disini secara umum, efeknya negatif untuk masyarakat. Namun manfaat atau kebaikannya bersifat personal atau untuk perorangan. Ini prinsip yang diterapkan secara konsisten dalam larangan tindakan, makanan, dsb yang mengakibatkan efek negatif bagi umat.


Pada kasus larangan memakan babi, efek negatifnya bersifat individual. Namun yang lainnya adalah larangan berdasarkan efek negatif terhadap masyarakat secara umum. Sebagian berdebat mengenai bunga bank. Ada yang mengatakan bahwa itu bermanfaat buat masyarakat. Orang-orang menaruh uangnya di bank dan mendapatkan tambahan bunga. Apa buruknya? Intinya, mudharat bunga itu sifatnya umum. Memang ada individu-individu akan diuntungkan dari bunga, namun masyarakat kebanyakan yang akan menderita. Karena itulah Islam melarangnya.


Rasulullah SAW dikirim untuk seluruh umat manusia. Kebutuhan umum manusia dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW di berbagai masjid-masjid yang menekankan kepentingannya seperti yang ada di dalam Al Quran. Salah satu contohnya adalah prinsip Nakh. Yang menguasai hukum islam, yang mengikat hukum. Sebagian berdebat, “tidak, kita tidak bisa memakai nash” Allah menetapkan perintah dan larangan, mengapa merubahnya? Apa yang anda bisa perhatikan, perubahan yang terjadi tidak merubah kebenaran utama. Perubahan aturan tersebut tidak sekaligus pada waktu yang sama. Allah tidak mengatakan, “Sembahlah Allah saja.”. Dan kemudian anda bisa menyembah yang lain-lainnya selain Allah. Untuk hal ini tidak ada perubahan aturan bertahap. Ini seperti aturan hitam putih. Sembah Allah saja, atau tidak. 


Pada kasus-kasus dimana sesuatu tertunda sementara karena masyarakat belum siap menerima hal tertentu, maka aturan diturunkan secara bertahap. Ini yang membantu masyarakat berubah secara bertahap sesuai jalan yang Allah tunjukkan. Tanpa perubahan yang drastis dan paksaan. Tahapan ini membantu untuk berubah ke kondisi yang baru, yang tidak nyaman bagi mereka. Sebagai contoh, mengenai surat wasiat dan waris. Pada masa pre islamik, harta orang yang meninggal diwariskan kepada anak-anaknya yang pria. Orang tua tidak mendapatkan apa-apa. Islam yang pertama mengatur bahwa harus ada bagian untuk orang tua. Ini adalah bagian dari edukasi bertahap bagi masyarakat untuk menjaga dan menghormati orang tua. Selanjutnya, turun ayat yang secara spesifik mengatur jumlah yang diterima masing-masing secara detil. Awalnya merupakan instruksi untuk membuat wasiat.


Dalam Al Baqoroh, mereka yang memiliki harta peninggalan harus membuat wasiat yang ditujukan kepada orang tua dan kerabat dekat dengan jumlah yang sesuai perhitungan dan masuk akal. Setelah itu turun ayat yang mengatur secara spesifik pihak-pihak yang berhak beserta jumlahnya. Kemudian Nabi Muhammad SAW menambahkan. Bagi mereka yang sudah ada dalam daftar ahli waris, tidak dapat mendapatkan wasiat lagi. Tidak ada wasiat lagi bagi ahli waris. Ini untuk melindungi hak-hak mereka yang tidak secara spesifik disebutkan oleh hukum. Di satu sisi kita memiliki kewajiban terhadap keluarga, namun di luar keluarga atau kerabat ada orang-orang yang mungkin lebih membantu dan suportif, disitulah anda diperbolehkan untuk berwasiat untuk mereka hingga 1/3 dari total dan ini termasuk bahkan untuk non muslim.. Karena permasalahannya Nabi Muhammad SAW mengatakan, non muslim tidak boleh mewariskan kepada muslim dan sebaliknya.


Kita sudah melihat hukum-hukum islam yang berkaitan dengan melaksanakan kepentingan masyarakat. Sudah disebutkan bahwa kewajiban hukum islam adalah memenuhi kebutuhan manusia pada beberapa periode waktu. Kita berbicara mengenai hukum Islam yang berkaitan dengan adat kebiasaan bangsa arab. Dan hukum waris sebagai contoh turunnya wahyu secara bertahap. Tahap pertama yaitu wasiat harus menyebutkan orang tua. Tahap kedua menetapkan hak waris bagi orang tua. Dan terakhir wasiat bagi kelompok yang tidak termasuk dalam ahli waris. Saya menambahkan bahwa Rasulullah SAW bersabda orang beriman tidak boleh mewariskan kepada orang kafir ataupun sebaliknya. Hadist ini Shahih. Apabila anda memiliki orang tua non muslim yang meninggal di Negara non muslim dan hukum Negara itu menyatakan bahwa anda mendapat bagian dari warisan, maka anda tidak boleh menerimanya. Tapi apabila mereka menulis wasiat untuk anda, maka anda diperbolehkan menerimanya. Begitu juga sebaliknya. Anda bisa menulis wasiat untuk teman non muslim anda. Karena tidak termasuk warisan, melainkan hadiah. Seperti halnya semasa hidup anda dan anda memberi uang kepada non muslim, itu boleh, demikian juga setelah anda meninggal. Ini pengertian yang benar atas hadist terkenal tersebut. Selain itu aturan masa Idah yang awalnya satu tahun, dikurangi menjadi empat bulan sepuluh hari. Begitu juga aturan berpakaian, tinggal di rumah, berbuat zina, homoseksualitas turun secara bertahap.


Jadi, turunnya aturan secara bertahap tersebut adalah dengan mempertimbangkan kebutuhan dan kesejahteraan manusia. Dan juga yang menekankan kebutuhan manusia setelah masa Rasulullah SAW adalah digunakannya akal sehat atau logika dalam menciptakan aturan islami. Dalam banyak kasus dikatakan, gunakan alasan saat membuat aturan atau hukum. Gunakan hartamu dan hilangkanlah, agar kekayaanmu hanya dimiliki sedikit darimu. Rencana besar Setan adalah untuk menimbulkan permusuhan dan kebencian diantaramu yang disebabkan oleh mabuk dan judi. Menyebabkanmu meninggalkan Allah dan ibadah. Jadi manusia diberi kesempatan untuk merasionalisasikan latar belakang hukum untuk melaksanakannya.


Ulama menyimpulkan, ada atau tiadanya aturan hukum bisa diketahui dari ada atau tiadanya alasan dibelakangnya. Bila ada alasan yang melatarbelakangi, maka hukum dibutuhkan. Apabila tidak ada alasan, maka hukum tidak diperlukan. Contohnya Umar bin Khattab yang membuat aturan mengenai zakat untuk mualaf. Beliau berpendapat memberi harta untuk mualaf bisa dilakukan pada zaman nabi saat pemeluk Islam masih sedikit, namun pada zamannya dimana Islam sudah mendominasi hingga semenanjung arab dan lainnya, ini tidak perlu, karenanya aturan ini dihentikan. Bukan berarti dihapus karena di daerah lain dimana masih sedikit pemeluk Islamnya, ketentuan tersebut masih diperlukan untuk menarik non muslim memeluk Islam. 


Pertimbangan atas kemaslahatan orang banyak dapat juga terlihat pada Metodologi Legislasi. Pada kasus dimana tidak ada perubahan pada keadaan manusia seiring berjalannya waktu, Allah memberikan penjelasan detil. Aturan tidak akan berubah sehubungan dengan sifat alami manusia. Jadi aturan berkeluarga, pernikahan, perceraian, aturan waris, dan sebagainya, hukum pidana tertentu seperti mencuri, tetap. Sementara hukum lain yang berhubungan dengan transaksi bisnis, diberi lebih banyak celah, Allah tidak memberi penjelasan detil. Ada yang perlu diperhatikan. Allah melaknat laki-laki yang berpakaian seperti perempuan dan sebaliknya. Bagaimana dengan di Skotlandia dan Yaman dimana disana pria memakai rok adalah hal yang biasa? Apabila di suatu daerah adalah hal yang biasa laki-laki memakai rok, maka itu tidak apa-apa. Karena yang tidak boleh itu bukan pakaiannya, tapi penampilannya yang menyerupai lawan jenis. Jadi dalam budaya yang tidak menganggap rok itu feminine, maka aturan itu tidak bisa diaplikasikan. Jadi prinsipnya, pakaian yang dianggap feminine, itu terlarang bagi laki-laki. 


Insha Allah kita berhenti disini. 


Prinsip terakhir yaitu pelaksanaan Keadilan universal 


pada kuliah yang akan datang.



Minggu, 29 Maret 2020

nahar : jenis huruf

Kaidah yang keenam adalah jenis huruf


Sudah kita ketahui bahwa jenis kalimah yang ketiga adalah huruf. Dan huruf yang dimaksud disini adalah huruf-huruf yang bermakna ketika ia bersama dengan kalimat yang lain. Adapun huruf hijaiyah yaitu Alif Ba Ta dan seterusnya tidak termasuk dalam pembahasan nahwu karena ia bukan kalimah. Disini Syaikhul Islam ibnu Taimiyyah menyebutkan bahwa huruf ma'ani ada yang beramal,



"huruf yang beramal adalah huruf yang mukhtash."


Apa maksud ungkapan beliau tersebut? Huruf yang beramal adalah huruf yang mampu mengubah irab kata setelahnya. Akan kita bahas lebih tetapi pada kaidah ke 37-40 apa saja huruf yang bisa beramal kebaikan.


Apa itu yang dimaksud dengan huruf mukhtash? Adalah huruf yang hanya bisa bertemu dengan jenis kata tertentu saja yaitu Isim saja atau fi'il saja. Maka dari sini bisa kita simpulkan bahwa huruf yang beramal adalah huruf yang hanya bisa bertemu dengan Isim saja atau hanya bisa bertemu dengan fi'il saja. Dan sebaliknya huruf yang bisa bertemu dengan Kedua jenis kata yaitu Isim dan fi'il, maka ia tidak bisa beramal. 


Misalnya huruf من setelah من pasti isim tidak mungkin fi'il maka dari itu ia beramal pada Isim setelahnya. misalnya  البيت ، من البيت . 


Contoh lainnya adalah لم ، setelah لم pasti fi'il mudhori, maka dari itu ia beramal pada fi'il mudhori setelahnya. Contohnya أذهب -  لم أذهب, 


Sedangkan هل yang mana dia adalah huruf istifham setelahnya bisa isim atau bisa juga fi'il, maka ia tidak beramal pada maupun pada fiil.


Sabtu, 28 Maret 2020

Tashmen : Idgham dan Ibdal

Idgham dan Ibdal


Idgham


idgham adalah menyatukan dua buah huruf sejenis. Maksudnya dua buah huruf hijaiyah yang sama, di mana huruf pertama berharakat Sukun dan huruf keduanya berharakat hidup. Maksudnya huruf pertama bersukun dan huruf keduanya berharakat hidup. Dua buah huruf yang sama ini disatukan menjadi satu huruf yang bertasydid. Tanda tasydid menunjukkan bahwasannya huruf bertasydid Itu adalah huruf yang double. Hurufnya ada dua disatukan inilah al idgham. 


Sebuah fiil mudhoaf semisal برّ  ini bila kita runut asalnya dari kalimah برر maka bisa katakan wazannya adalah فعَل . 


Kemudian يبِرُّ sama dengan يبرر ini berasal dari kalimat dasar kalimatnya adalah يَبْرِرُ . Sehingga kita bisa katakan wazannya adalah يفعِلُ .


Contoh lain kata برًّا sama dengan بررا kita juga bisa mengatakan bahwasanya wazan فعلا


Inilah hukum al idgham. Hukum ini biasa diterapkan dalam mengkaji fi'il fi'il mudhoaf.


Al Ibdal


Adapun hukum yang ketiga yaitu hukum Al ibdal. Al Ibdal adalah menempatkan suatu huruf pada tempat huruf yang lain atau mudah nya adalah mengganti huruf dengan huruf yang lain.


Contoh kalimah بكاءٌ ، asalnya بكايٌ karena adalah masdar daripada بكى - يبكي - بكاء ، yaitu menangis maka itu asal adalah بكايٌ ، mengalami ibdal sehingga menjadi بكاء  wazannya ٌفُعال 


Contoh lain adalah ميزان ، asalnya adalah موزان dan wazannya adalah مِفْعالٌ,  ini hurufnya mengganti yang sebenarnya asli. 



Tashmen : I'lal

I'lal


I'lal itu adalah perubahan yang ada pada huruf Illah, bertujuan untuk meringankan pengucapan sebuah atau pengucapan suatu kalimat. Yang umumnya hukum al i'lal ini biasanya diterapkan dalam kajian tashrif fi'il fi'il mu'tal. Atau dalam pengucapan dan penulisan fi'il-fi'il mu'tal.


Berikut tashrifnya dan hukum al i'lal ini setidaknya ada empat cara: 

  • Pertama adalah al i'lal bit taskin, i'lal dengan cara mensukunkan kan huruf Illah. Kita perhatikan contoh kalimat يبكى ، ini dasar kalimatnya adalah يبكيُ ، kalau kita mengetahui dasarnya cepat, maka kita bisa melihat bahwa wazan يبكيُ adalah يفعِل karena memang يبكيُ dan يفعِل sama-sama pola harakatnya. Kemudian lantaran mengalami i'lal bit taskin di mana ya nya disukunkan maka menjadi يبكى baik dalam penulisan maupun ucapan. Demikian juga يدعو dasar kalimatnya adalah يدعوُ sehingga kita bisa melihat wazannya adalah يععُل 

  • Kedua dari pada hukum al i'lal adalah al i'lal bin naql, yaitu dengan cara memindah atau menukarkan harakat pada huruf Illah yang ada. Contoh يقول dasarnya adalah يقوُل , maka wazannya adalah يععُل  mengalami i'lal bin naql yaitu harokat huruf Kaf yang sebelumnya sukun ditukar dengan harakat huruf wawu yang sebelumnya dhammah menjadi يقول . Contoh lain يزيد ، dasar kalimat nya adalah يزيِد ، sehingga kita bisa melihat bahwa wazannya يفعِل ، mengalami i'lal bin naql menjadi يزيد 

  • Yang ketiga, adalah i'lal Bil hadzf. I'lal dengan membuang huruf illah. Dan contohnya soalnya adalah يثب asalnya adalah يوثب ، maka kita bisa melihat wazannya adalah يفعِل ,huruf illah wawu dihilangkan menjadi يثب . Demikian juga dengan يجد asalnya adalah يوجد wazannya juga يفعِل 

  • Yang keempat, al i'lal bil qalb. Yaitu i'lal dengan mengganti huruf Illah kepada huruf yang lain, huruf illah yang berbeda. Contoh kalimah نام asalnya نوِم maka kita bisa melihat wazannya فعِل ، kalimah  صان yang mana asalnya صوَن ، wazannya فعَل 


Nahar : Maf'ul Mutlaq

Kaidah ke-16 adalah Maf'ul Mutlaq


Sebelumnya perlu saya sampaikan bahwa semua manshubat adalah manshub dikarenakan fi'il. Artinya fi'il adalah 'Amil yang menashabkan manshubat dan Isim manshub yang paling dekat dengan fi'il adalah maf'ul mutlak, karena ia adalah mashdar.  Maka dari itu diletakkan maupun mutlak di urutan pertama manshubat. Imam Ibnu qayyim rahimahullah menyebutkan,



"Hakikatnya nya fi'il hanya beramal pada Isim yang ditunjukkan oleh lafadz fi'ilnya." 


Yang beliau maksud adalah maf'ul mutlaq. Di sini bukan maksud beliau menafikan bahwa manshubat lain bukan dilakukan oleh fi'il melainkan semata-mata untuk menunjukkan keutamaan, dimana maf'ul mutlak paling berhak untuk dinashobkan oleh fi'il karena lafadznya yang mirip, begitu juga dengan maknanya. 


Ada tiga fungsi maf'ul mutlak di dalam kalimat, 

  • Yang pertama menegaskan fi'ilnya, seperti قلت قولا ،  maknanya aku benar-benar berkata.

  •  Yang kedua adalah menjelaskan jenis fi'il nya seperti dalam kalimat قلت قولا لينا ، aku berkata dengan perkataan yang lembut.

  • Yang ketiga adalah menjelaskan jumlah fi'ilnya seperti قلت قولان ، aku berkata 2 kali.

Kamis, 26 Maret 2020

Tashmen : Salim Itu

Salim Itu


Kemudian perlu diketahui bilamana kita telah tahu fi'il mu'tal itu ada macam-macam Bina, dan fi'il shahih juga ada yang disebut mahmuz dan mudhoaf. Maka ketahuilah bahwa untuk fi'il mu'tal ada yang berupa mahmuz dan juga berupa mudhoaf sehingga kelompok atau Bina mahmuz dan bina mudhoaf tidak hanya pada kelompok fiil shahih, bahkan Bina mahmuz serta bina mudhoaf ini bisa didapati pada kelompok fi'il mu'tal. 


Kita lihat contoh  kalimat جاء secara huruf illah dikatakan fiil mu'tal karena memang ada huruf alif pada 'ain fiil tapi jangan lupa bahwa kalimat tersebut terkandung huruf hamzah sehingga binanya Bina mahmuz.


Demikian juga dengan رأى juga memiliki huruf illah pada posisi lam fi'il tetapi tidak lupa kita katakan bahwa ia juga  bina mahmuz karena ada huruf hamzah. 


Kemudian bina mudhoaf pun  juga ditemukan untuk kelompok fi'il mu'tal perhatikan kalimah ودّ disamping sebagai fiil mu'tal di mana fa fi'il berupa huruf illah, kita lihat bahwa ain dan lam fiilnya merupakan dua buah huruf yang sama yaitu sama-sama د, maka boleh dikatakan juga fiil bina mudhoaf.


Pada poin ini adalah bahwasanya Bina mahmuz dan mudhoaf tidak khusus ada pada fiil shahih tetapi fi'il mu'tal pun bisa berupa mahmuz dan mudhoaf.  


Adapun fi'il Salim dikatakan Salim adalah bilamana sebuah fi'il itu selamat ushul fi'il tersebut dari huruf illah. Selamat dari huruf illah dan selamat dari huruf hamzah. Inilah yang disebut dengan fi'il Bina Salim. 


Kalau dikatakan fiil bina saalim masuk kelompok fiil shahih itu benar adanya. Tetapi untuk lebih spesifiknya bawasannya fi'il Salim lebih khusus dari fiil shahih. Kenapa?.karena fiil shahih kadang bisa berupa mudhoaf dan  bisa mahmuz tetapi fi'il Salim adalah selamat dari huruf double (huruf sama) dan selamat dari huruf hamzah bahkan harus selamat dari huruf illah, baru dikatakan fiil tersebut berbina salim. Seperti ضرب dan جلس 


Rabu, 25 Maret 2020

Nahar : Manshubat

Kaidah yang ke-15 adalah manshubat 


Setelah kita mengetahui apa saja fungsi Isim marfu dalam kalimat, sekarang kita akan mengetahui fungi-fungsi Isim manshub dalam kalimat. Syaikhul Islam Taimiyyah menyebutkan,


" Adapun kata yang berfungsi sebagai tambahan dalam kalimat maka baginya nashab." 


Apa yang dimaksud dengan tambahan? Maksudnya adalah keberadaannya dalam kalimat hanyalah sebagai pelengkap. Boleh saja kalimat kehilangan kata-kata tersebut tanpa mengubahnya sebagai kalam mufiid. 


Berikut ini fungsi-fungsi dari Isim manshub yang 

  1. maf'ul mutlaq 

  2. mauf'ul bih 

  3. maf'ul fiih 

  4. maf'ul lah 

  5. maf'ul ma'ah

  6. Haal

  7. tamyiz 

  8. Mutstastna 

  9. munada 


Misalnya dalam kalimat,


أكرمت زيد إكراما أمام أبيه خوفا له

 أكرمت adalah fi'il dan fa'il ialah inti dalam kalimat tersebut. Adapun selebihnya hanya sebagai pelengkap saja. Seperti زيد sebagai maf'ul bih kemudian إكراما maf'ul mutlaq,  أمام sebagai maf'ul fiih dan خوفا sebagai maf'ul lah.


Berikut yang akan kita bahas masing-masing bab kaidah sendiri. 

Selasa, 24 Maret 2020

Tashmen : Anak Shahih - Mu'tal

Anak Shahih - Mu'tal


Tentang fi'il shahih, fi'il shahih yaitu fi'il yang tanpa huruf illat. Ini dapat ditemukan dengan bentuk Bina mahmuz dan juga dapat ditemukan berupa bentuk bina mudho'af.


Fi'il shahih berbina mahmuz manakala di antara ushulnya ada yang berupa huruf hamzah. Seperti أكل dimana Hamzah ada posisi fa' fi'il.  Atau سأل dimana posisi hamzah pada 'ain fiil atau قزأ dimana Hamzah berposisi pada lam fi'il. 


Maka bilamana ada fi'il ternyata ada Hamzah atau salah satu unsur yang berupa huruf hamzah dan posisi hamzahnya itu baik ada di fa, 'ain atau lam fi'il maka ini disebut dengan fi'il bina mahmuz.


Adapun bina mudho'af adalah bilamana Ain dan lam fi'ilnya sejenis atau merupakan huruf yang sama. Maka semisal مسّ dan فرّ lihat untuk 'ain dan lam fi'ilnya adalah sama. Untuk  مسّ adalah sama-sama س dan untuk فرّ adalah sama-sama huruf ر. Maka inilah fi'il mudhoaf. Jadi fi'il shahih bisa ber Bina mahmuz dan juga bisa berbina mudhoaf.  


Adapun fi'il mu'tal, kuncinya kita udah mengetahui definisi mu'tal itu fi'il kalau ada huruf illat nya baik itu Alif atau waw atau ya. Hanya saja kita perlu tahu perlu tahu, fi'il mu'tal bermacam-macam Bina.  Bagaimana mudahnya? Mudahnya lihat posisi huruf illat. Kalau posisi huruf illat yang ada pada fa fi'il, seperti وعد itu disebut fi'il mu'tal dengan Bina mitsal. Juga يقن maka ya yang merupakan huruf Illah posisinya ada pada fa fi'il, maka ini juga berbina mitsal. 


Lain halnya bila huruf Illah berposisi pada 'ain fi'il seperti قال atau نام. Maka lihat pada 'ain fi'il di situ merupakan ditempati huruf illah, maka Bina untuk kedua fi'il ini merupakan Bina ajwaf. 


Beda lagi dengan fi'il bilamana huruf illahnya berposisi pada lam fi'il seperti سعى dan غزا , maka pada Bina untuk fi'il-fi'il ini disebut dengan Bina Naaqish. 


Mitsal, ajwaf, naaqish kalau huruf illahnya satu. Terus bagaimanakah kalau huruf illahnya 2? Maka fi'il yang terdapat dua buah huruf Illah disebut dengan fi'il mu'tal Bina lafif. Bina lafif terbagi lagi menjadi 2 macam, 

  • Lafif maqrun yaitu fi'il yang huruf illahnya 2 buah, huruf illahnya itu ada pada posisi 'ain dan lam fi'il seperti نوى dan قوي . 

  • Lafif mafruq adalah bilamana dua buah huruf illahnya ini pada posisi fa' dan lam fi'il seperti وقى dan وشى . 


Tashmen : Shahih - mu'tal

Shahih - mu'tal


Ada yang disebut dengan fi'il shahih dan ada juga yang disebut dengan fi'il mu'tal. Pembagian fi'il kepada Shahih dan mu'tal adalah berdasarkan atau melihat kepada huruf-huruf hijaiyah yang menjadi unsur penyusun kalimah fi'il tersebut. 


Kita tahu fa fi'il mana, 'ain fi'il mana, dan lam fi'il mana. Kita akan melihat gambarannya. Kemudian dikatakan fiil shahih ini adalah bilamana ushul fi'il tersebut sama sekali tidak ditemukan huruf illat. Dan dikatakan fi'il mu'tal bilamana diantara usulnya ada yang berupa huruf illat. 


Adapun huruf illat itu sendiri adalah 3 huruf yang masyhur, yaitu Alif (ا), wau (و) dan ya (ي). 


Jadi secara garis besar tinjauan ushul kalimat fi'il ada yang dikatakan fi'il shahih dan ada yang dikatakan fi'il mu'tal. Fi'il shahih adalah fi'il yang tanpa huruf illat. Berarti tidak ada alif, tidak ada waw dan tidak ada ya pada fi'il tersebut. Fi'il mu'tal adalah fi'il yang terdapat huruf Illah di dalamnya,  boleh berupa alif, boleh berupa waw dan boleh berupa ya.

Nahar : Khabar

Kaidah 14 adalah Khabar 


Sudah disampaikan bahwa khabar adalah predikat. Atau disebutkan oleh Imam Ibnu qayyim Rahimahullah,



"Khobar merupakan berita yang disematkan kepada mubtada. "


Ada tiga macam bentuk khabar,


Yang pertama, Isim Mufrad. Jika khobarnya berupa Isim mufrod maka nau'nya dan adadnya harus sama. Misalnya, 


الطالب حاضر

الطالبان حاضران

الطلاب حاضرون

الطالبة حاضرة

الطالبتان حاضرتان

الطالبات حاضرات


Bentuk Yang kedua adalah syibhul jumlah atau frase dalam bahasa indonesia. Misalnya,


زيد في المسجد

زيد أمام البيت


Dan bentuk yang ketiga adalah Jumlah. Misalnya pada kalimat, 


زيد ذهب

زيد أبوه مريض

Nahar: Mubtada

Kaidah ke-13 adalah Mubtada.


 Al Imam Ibnu qayyim rahimahullah menyebutkan,



Mubtada merupakan subjek dalam jumlah ismiyah, sedangkan khabar adalah predikatnya. Cirinya adalah Mubtada berada di awal kalimat dan ia Isim ma'rifah. Sedangkan khabar berada setelahnya dan ia nakiroh. Misalnya,


الله خلق

هو مدرس

زيد كريم

هذا كتاب

الذي ذهب جاء

القرآن نور

أخي مريد

Senin, 23 Maret 2020

Nahar : Jenis Kalam

Kaidah yang ke-8 adalah jenis kalam


Setelah diketahui unsur penyusun kalam pada kaidah ke-7, maka kita bisa mengetahui bahwa jenis kalam hanya ada dua.


 


Jika terdiri dari mubtada dan khobar maka ia disebut jumlah ismiyah, sedangkan jika terdiri dari fi'il dan fa'il disebut dengan jumlah fi'liyah. Tidak ada jenis yang ketiga misalnya jumlah harfiah, karena huruf bukan unsur utama pada suatu kalimat, Ia hanyalah tambahan. Misalnya pada kalimat لم أذهب atau إن زيد قائم tidak kita katakan jumlah harfiyah. Huruf di sana ditambahkan setelah sebelumnya terdiri dari fi'il dan fa'il atau mubtada dan khobar. Maka jumlah ismiyah bukan semata-mata karena ia didahului oleh Isim. Begitu juga jumlah fi'liyyah bukan semata-mata karena ia tidak didahului oleh fi'il karena jika demikian maka pasti ada juga yang didahului oleh huruf.  Disebut jumlah fi'liyah adalah karena ia terdiri dari fi'il dan fa'il sedangkan disebut jumlah ismiyah karena ia terdiri dari mubtada dan khobar.

Minggu, 22 Maret 2020

Nadar : MAJRURNYA ISIM

📚 *VIDEO 18 : MAJRURNYA ISIM* 📚
____________________________

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله و الصلاة و السلام على رسول الله

*Tanda-tanda Isim Majrur :*

1⃣ Harakat *Kasrah* (ِ-)
       Kasrah merupakan tanda asal isim majrur. Isim-isim yang tanda majrurnya kasrah adalah :
        🔖 *Isim Mufrad*,          misalnya :
🍃 مُحَمَّدٍ
        🔖 *Jama' Taksir*, misalnya :
🍃 رُسُلٍ 
             ( _Para rasul/utusan_ )
        🔖 *Jama' Muannats Salim*, misalnya : 
🍃 مُؤمِنَاتٍ
             ( _Para perempuan yang beriman_ )

2⃣ Huruf *ya'* (ي)
       Isim-isim yang tanda majrurnya huruf ya' (ي) adalah :
        🔖 *Al-Asmaa`ul Khamsah*, misalnya :
🍃 أَخِيْكَ
             ( _Saudara laki-lakimu_ )
        🔖 *Isim Mutsanna*, misalnya :
🍃 وَالِدَيْنِ 
             ( _Kedua orangtua_ )
        🔖 *Jama' Mudzakkar Salim*, misalnya : 
🍃 مُسْلِمِيْنَ 
             ( _Orang-orang yang berislam_ )

3⃣ Harakat *Fathah* (َ-)
       Isim yang tanda majrurnya harakat fathah adalah :
        🔖 Isim *Ghairu Munsharif*, misalnya :
🍃 عَائِشَةَ

و صلى الله على نبينا محمد و على آله و صحبه و سلم


_________________
✒ Tim Nadwa

Sabtu, 21 Maret 2020

Nahar : I'rab

Kaidah yang ke-9 yaitu i'rab 


Inilah inti dari semua kaidah, karena nahwu sebagaimana disebutkan di kaidah pertama adalah ilmu yang mempelajari fungsi kata dalam kalimat dan untuk mengetahui fungsi tersebut adalah dengan cara mengetahui i'rabnya, maka i'rab adalah kunci Nahwu. Ibnul Qayyim Al jauziyah rahimahullah menyebutkan di kitab nya badai'ul fawaid bahwa



"I'rab hanya ada di akhiran kata."


Kita mengetahui bahwa fokus nahwu bukan pada struktur kata atau wazan, melainkan hanya pada akhirannnya saja, karena di sanalah letak i'rab. 


Sebagai contoh هذا كتاب ، kata كتاب diakhiri dengan dommah, inilah yang disebut dengan tanda rafa'. Adapun isimya disebut dengan Isim marfu.


Contoh lainnya أخذت كتابا , kata كتابا diakhiri dengan fathah, inilah yang disebut dengan tanda nashob. Adapun isimya disebut dengan Isim manshub.


Contoh lainnya ذهبت بكتاب،  kata كتاب diakhiri dengan kasrah, inilah yang disebut dengan tanda Jar. Adapun isimya disebut dengan Isim majrur.


Dan contoh terakhir لم أذهب ، kata  أذهب diakhiri dengan sukun, inilah yang disebut tanda jazm. Adapun fi'ilnya disebut fi'il majzum.


Maka kita simpulkan bahwa i'rab ada 4 jenis, yaitu rofa, nashob, jer dan jazm.

Nadar : NAIBUL FA'IL

📚 *MATERI 17 : NAIBUL FA'IL* 📚
__________________________________

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله و الصلاة و السلام على رسول الله

Seperti halnya dalam Bahasa Indonesia, dalam Bahasa Arab ada kalimat aktif dan kalimat pasif.  

Unsur pembentuk kalimat aktif adalah *fi’il ma’lum* (kata kerja aktif) dan *fa'il*, sedangkan kalimat pasif adalah *fi’il majhul* (kata kerja pasif) dan *naibul fa'il*.

Ketika kita hendak mengubah kalimat aktif menjadi *pasif*, yang kita lakukan adalah :

1⃣ *Menghilangkan fa'ilnya*
        Kalimat pasif digunakan karena kita tidak ingin menunjukkan fa'ilnya, dan sebaliknya lebih menonjolkan maf’ul bih.

         🔖 *Misal pada kalimat* :
🍃 كَتَبَ الطَّالِبُ الدَّرْسَ
                ( _Siswa itu telah menulis pelajaran tersebut_ )

                 Yang pertama kita lakukan adalah menghilangkan fa'ilnya, yaitu :  الطالب.

2⃣ *Mengubah fi’ilnya menjadi bentuk majhul* (pasif)
         Fi’il majhul dibentuk dari fi’il muta’adi ( fi’il yang *membutuhkan obyek* ), dengan cara :

            ✏ *Fi’il madhi* :
                    Harakat huruf pertama dijadikan *dhammah*, dan harakat huruf sebelum terakhir *dikasrah*.

              👉🏻 Misal kita ambil contoh kalimat di atas :

🍃 كَتَبَ الطَّالِبُ الدَّرْسَ

               Fi’ilnya adalah fi’il madhi : كتب, maka kita ubah fi’il ini dengan cara memberikan harakat *dhamah pada huruf pertama* dan harakat *kasrah pada huruf sebelum terakhirnya*, seperti ini: 
📌 كَتَبَ – كُتِبَ

             ✏ *Fi’il mudhari* :
                      Harakat huruf pertama dijadikan *dhammah*, dan harakat huruf sebelum terakhir dijadikan *fathah*.

              👉🏻 Misal kita ambil contoh kalimat di atas, tetapi kita ganti fi’ilnya dengan yang mudhari.
🍃 يَكْتُبُ الطَّالِبُ الدَّرْسَ
                 ( _Siswa itu sedang menulis pelajaran tersebut_ )

                👉🏻 Fi’ilnya adalah fi’il mudhari : يكتب, maka kita ubah fi’il ini dengan cara memberikan harakat *dhammah pada huruf pertama* dan harakat *fathah pada huruf sebelum terakhirnya*, seperti ini : 
📌 يَكْتُبُ - يُكْتَبُ

3⃣ *Menempatkan maf’ul bih sebagai naibul fa'il, dan mengubahnya menjadi marfu’*

         Karena fa'il yang merupakan unsur pokok kalimat telah dihilangkan, maka perlu disediakan penggantinya, dan inilah yang kita sebut *naibul fa'il* ( ِنَائِبُ الفَاعِل ).

         👉🏻 Naibul fail kita ambil dari *maf’ul bih* yang kita ubah menjadi *marfu’* agar memenuhi syarat sebagai pengganti fa'il.

         👉🏻 Misal pada kalimat di atas :
🍃 كَتَبَ الطَّالِبُ الدَّرْسَ

          Maka maf’ul bih الدرس yang semula berharakat akhir fathah sebagai tanda manshubnya, *diubah menjadi marfu’* dengan harakat dhamah sebagai tanda marfu’nya.

💡 Dengan melalui ketiga langkah di atas, telah kita dapatkan kalimat pasif sebagai berikut :

🖌 كُتِبَ الدَّرْسُ
       ( _Pelajaran itu telah ditulis_ )

Atau

🖌 يُكْتَبُ الدَّرْسُ
       ( _Pelajaran itu sedang ditulis_ )


Semoga bermanfaat.⛱⛱

و صلى الله على نبينا محمد و على آله و صحبه و سلم


________________
✒ Tim Nadwa

Nahar : Bina

Kaidah ke-10 Bina 


Bina merupakan lawan dari i'rab. Maka bina adalah kondisi suatu kata yang tidak mengalami perubahan meskipun fungsinya dalam kalimat berubah-ubah. Atau bisa juga kita pahami Bina sebagaimana yang disampaikan oleh al-imam Ibnul qayyim rahimahullahu,


"sesungguhnya bina kata beliau tidak akan pernah mengalami perubahan dikarenakan 'amil.


Apa itu Amil, 'Amil adalah kata yang mampu mengubah i'rab kata lain, contohnya  هذا كتاب ، kata هذا di posisi rafa' karena ia adalah mubtada.


Pada contoh lainnya رأيت هذا hadza di sini ada di posisi nashob sebagai maf'ul bih. Namun kita lihat dia tidak mengalami perubahan akhir sedikitpun.


Contoh lainnya  مررت بهذا ، begitu juga هذا disini tidak mengalami perubahan meskipun ia didahului oleh huruf Jar.


Dan contoh terakhir لم يذهبن  yadhabna tidak mengalami perubahan akhiran ketika ia didahului لم.


Maka begitulah bina ia tidak mengalami perubahan akhir meskipun didahului oleh 'amil. Yang mana 'amil tersebut mampu mengubah i'rab kata setelahnya. Kata yang melekat padanya sifat bina disebut dengan mabni.

Nadar : MAF'UL BIH

📚 *MATERI 16 : MAF'UL BIH* 📚
______________________________

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله و الصلاة و السلام على رسول الله

🔖 *Maf'ul bih* adalah isim yg berperan sebagai   *objek* atau sesuatu yang *dikenai pekerjaan* failnya.

🔖 Hukum Maf'ul bih adalah *manshub dalam i'rob*

        🌱 *Contoh* :
🍃 كَتَبَ الطَّالِبُ *الدَّرْسَ*

                👉🏻 Kata  الدَّرْسَ dalam kalimat diatas berperan sebagai *objek*, atau yang di kenai pekerjaan. Dalam bahasa arab di sebut *Maf'ul bih*.

               📍 Perhatikan *harokat akhir* pada kata  الدَّرْسَ ! 
                      Di sana nampak *huruf akhir kata* tersebut berharakat *fathah*. Dan fathah merupakan salah satu tanda *i'rob* untuk isim yang *manshub*. Dan maf'ul bih itu i'robnya *manshub*.
                 👉🏻 Maka الدَّرْسَ *manshub dengan harokat fathah*.

        🌱 *Contoh yang lain* : 
🍃 حَمِلَ حَامِدٌ *الكِتَابَيْنِ*
             ( _Hamid membawa *dua buku*_ )
              📍 Kita perhatikan kalimat di atas, bahwa yg berkedudukan sebagai *maf'ul bih* adalah kata *الكِتَابَيْنِ*.
                   Karena kata الكِتَابَيْنِ adalah bentuk *mutsanna* (dua) dari kata الكِتَابُ, dan kita tahu bahwa i'rob maf'ul bih itu adalah manshub.
                 👉🏻 Maka الكِتَابَيْنِ *manshubnya dengan huruf ya'*.

و صلى الله على نبينا محمد و على آله و صحبه و سلم


_________________
✒ Tim Nadwa

Beriman kepada kitab-kitab Allah : Kitab At Taurat bagian yang ketiga

Halaqah ke-10 Kitab At Taurat bagian yang ketiga 


Dan diantara kabar yang kita ketahui tentang Kitab Taurat di dalam Alquran dan Al Hadits 


Yang kelima, bahwasanya Kitab Taurat adalah kitab yang Allah turunkan khusus untuk Bani Israil. Allah berfirman,


وَءَاتَيْنَا مُوسَى ٱلْكِتَٰبَ وَجَعَلْنَٰهُ هُدًى لِّبَنِىٓ إِسْرَٰٓءِيلَ


"Dann kami telah berikan kepada Musa Alkitab yaitu Taurat dan kami jadikan kitab tersebut sebagai petunjuk bagi Bani Israil." (Al Isra ayat yang kedua) 


Yang ke-6, bahwasanya Kitab Taurat diturunkan dengan bahasa Ibrani. Berkata Abu Hurairah radhiallahu,


كان أهل الكتاب يقرءون التوراة بالعبرانية ويفسرونها بالعربية لأهل الإسلام


"Dahulu ahlul kitab yaitu orang-orang Yahudi membaca Taurat dengan bahasa Ibrani dan menerjemahkannya ke dalam bahasa Arab untuk orang-orang Islam." (Atsar ini dikeluarkan oleh al-imam al-bukhari dalam shahihnya)


Yang ke-7, sebagian Kitab Taurat telah diubah oleh orang-orang Yahudi dengan hawa nafsu mereka, sebagaimana firman Allah bahwa,


فَوَيْلٌ لِّلَّذِينَ يَكْتُبُونَ ٱلْكِتَٰبَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَٰذَا مِنْ عِندِ ٱللَّهِ لِيَشْتَرُوا۟ بِهِۦ ثَمَنًا قَلِيلًا ۖ فَوَيْلٌ لَّهُم مِّمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلٌ لَّهُم مِّمَّا يَكْسِبُونَ


"Maka sungguh kecelakaan bagi orang-orang yang menulis Alkitab dengan tangan tangan. Mereka kemudian berkata ini adalah dari sisi Allah untuk menjualnya dengan harga murah, maka kecelakaan bagi mereka karena apa yang ditulis dengan tangan mereka dan kecelakaan bagi mereka karena apa yang mereka usahakan." (Al Baqarah 79) 


Dan sebagaimana firman Allah,


وَإِنَّ مِنْهُمْ لَفَرِيقًا يَلْوُۥنَ أَلْسِنَتَهُم بِٱلْكِتَٰبِ لِتَحْسَبُوهُ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَمَا هُوَ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَيَقُولُونَ هُوَ مِنْ عِندِ ٱللَّهِ وَمَا هُوَ مِنْ عِندِ ٱللَّهِ وَيَقُولُونَ عَلَى ٱللَّهِ ٱلْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُونَ


"namun sungguh di antara mereka ada sekelompok orang yang membolak balik lisan lisan mereka Alkitab supaya kalian menyangka bahwa itu termasuk Alkitab. Dan mereka berkata ini adalah dari sisi Allah padahal itu bukan dari sisi Allah. Mereka mengatakan kedustaan atas nama Allah, padahal mereka mengetahui." (surat Ali Imron ayat ke 78)

Beriman kepada kitab-kitab Allah: Kitab Attaurat bagian yang kedua

Halaqah 9 - Kitab Attaurat bagian yang kedua 


Di antara kabar yang kita ketahui tentang kitab Taurat di dalam Alquran dan Al Hadits.


Yang ke-3, Bahwasanya Allah telah menulis attaurat dengan tangan-Nya. Di dalam sebagian riwayat dari kisah percakapan antara Nabi Adam dan Musa Alaihi masallam Nabi Adam berkata kepada Musa,


وخَطَّ لك التوراة بيده


"Dan Dialah yang telah menulis untukmu attaurat dengan tangan-Nya." (diriwayatkan oleh Abu Daud, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh al-albani rahimahullah)


Yang ke-4, diantara gambar yang kita ketahui tentang Taurat adalah tentang sebagian yang terkandung di dalam kitab ini. Dan di antara kandungan Taurat:

Yang pertama, beberapa perkara yang terkandung di dalam shuhuf Ibrahim Alaihissalam, sebagaimana telah beri penjelasannya ini bagi yang berpendapat bahwa shuhuf Musa adalah Taurat.

Yang kedua, hukum-hukum untuk Bani Israil. Allah berfirman,


إِنَّآ أَنزَلْنَا ٱلتَّوْرَىٰةَ فِيهَا هُدًى وَنُورٌ ۚ يَحْكُمُ بِهَا ٱلنَّبِيُّونَ ٱلَّذِينَ أَسْلَمُوا۟ لِلَّذِينَ هَادُوا۟


"Sesungguhnya Kami telah menurunkan di dalamnya ada petunjuk dan cahaya yang dengan kitab tersebut para nabi yang berserah diri memberi keputusan atau menghukumi untuk orang-orang Yahudi." (al-maidah 44) 


Kemudian di dalam ayat setelahnya Allah mengabarkan sebagian hukum-hukum tersebut yaitu tentang hukum. Allah berfirman,


وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَآ أَنَّ ٱلنَّفْسَ بِٱلنَّفْسِ وَٱلْعَيْنَ بِٱلْعَيْنِ وَٱلْأَنفَ بِٱلْأَنفِ وَٱلْأُذُنَ بِٱلْأُذُنِ وَٱلسِّنَّ بِٱلسِّنِّ وَٱلْجُرُوحَ قِصَاصٌ ۚ فَمَن تَصَدَّقَ بِهِۦ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَّهُۥ


"Dan kami tetapkan bagi mereka di dalam Taurat bahwa jiwa dibalas dengan jiwa, mata dibalas dengan mata, hidung dibalas dengan hidung, telinga dibalas dengan telinga, gigi dibalas dengan gigi, dan luka-luka pun ada qishashnya maka barangsiapa bershadaqah dengannya yaitu dengan melepas qishashnya, maka itu menjadi penebus dosa baginya." (Al Maidah 45)


Di antara kandungan attaurat, 

Yang ketiga kabar gembira tentang kedatangan Nabi Muhammad Shalallahu Wassalam,


ٱلَّذِينَ يَتَّبِعُونَ ٱلرَّسُولَ ٱلنَّبِىَّ ٱلْأُمِّىَّ ٱلَّذِى يَجِدُونَهُۥ مَكْتُوبًا عِندَهُمْ فِى ٱلتَّوْرَىٰةِ وَٱلْإِنجِيلِ


"Yaitu orang-orang yang mengikuti Rasul lagi nabi yang ummi yaitu tidak membaca dan tidak menulis yang namanya mereka temukan tertulis di sisi mereka di dalam Taurat dan Injil." (Al A'raf 157) 


Yang ke-4 di antara kandungan Taurat adalah tentang penyebutan sebagian sifat sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,


مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ ٱللَّهِ ۚ وَٱلَّذِينَ مَعَهُۥٓ أَشِدَّآءُ عَلَى ٱلْكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيْنَهُمْ ۖ تَرَىٰهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضْوَٰنًا ۖ سِيمَاهُمْ فِى وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ ٱلسُّجُودِ ۚ ذَٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِى ٱلتَّوْرَىٰةِ ۚ وَمَثَلُهُمْ فِى ٱلْإِنجِيلِ


"Muhammad adalah Rasulullah dan orang-orang yang bersamanya yaitu para sahabat keras terhadap orang-orang kafir saling menyayangi di antara mereka. Engkau melihat mereka rukuk lagi sujud mencari karunia dan keridhaan dari Rabb mereka. Tanda mereka ada di wajah-wajah mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka di dalam Taurat dan sifat-sifat mereka di dalam Injil." (al-fath ayat ke 29) 


Yang kelima, di antara kandungan Taurat, bahwasanya Allah membeli jiwa dan harta orang-orang yang beriman dengan surga. Allah Subhanahu ta'ala berfirman,


إِنَّ ٱللَّهَ ٱشْتَرَىٰ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ أَنفُسَهُمْ وَأَمْوَٰلَهُم بِأَنَّ لَهُمُ ٱلْجَنَّةَ ۚ يُقَٰتِلُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ ۖ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِى ٱلتَّوْرَىٰةِ وَٱلْإِنجِيلِ وَٱلْقُرْءَانِ ۚ وَمَنْ أَوْفَىٰ بِعَهْدِهِۦ مِنَ ٱللَّهِ ۚ فَٱسْتَبْشِرُوا۟ بِبَيْعِكُمُ ٱلَّذِى بَايَعْتُم بِهِۦ ۚ وَذَٰلِكَ هُوَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ


"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang yang beriman diri diri mereka dan harta harta mereka dengan surga. Mereka berperang dijalan Allah kemudian mereka membunuh dan dibunuh. Janji Allah yang di dalam Taurat, Injil dan Alquran. Dan siapa yang lebih menyempurnakan janji dari pada Allah maka hendaklah kalian bergembira dengan yang kalian lakukan yang demikian adalah keuntungan yang besar. (Attaubah 111)


Jumat, 20 Maret 2020

Nahar : Fa'il

Kaidah yang ke-12 - Fa'il


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah di dalam kitab nya Dar-u Ta’aarudh al-‘Aqli wa an-Naqli dan Daqooiq at-Tafsir menyebutkan


Ini yang pernah kita pelajari dari kaidah ke-8 dimana jumlah fi'liyyah minimalnya terdiri dari fi'il dan fa'il, tidak boleh tidak. Artinya tidak mungkin ada fi'il berdiri sendiri tanpa fa'il. Ketika menyandarkan suatu fi'il kepada fa'il maka ada aturannya. 


Yang pertama harus disesuaikan nau'nya atau gendernya, misalnya


 جاء زيد و ذهبت عائسة 


Kita perhatikan disini زيد adalah mudzakkar maka fi'ilnya tidak perlu ditambah dengan ta'u ta'nits sedangkan Aisyah adalah muannats maka fi'ilnya perlu ditambah dengan ta'u ta'nits.


Yang kedua, fi'il tidak perlu ditambahkan dhomir mutsanna maupun jamak ketika fa'ilnya mutsanna atau jamak. Misalnya,


جاء المسلم . جاء المسلمان . جاء المسلمون


Itulah kaidah yang perlu kita perhatikan ketika menyusun sebuah jumlah fi'liyyah.

Tajwid 101 : Pengantar Ilmu Tajwid

Sifat yang harus dimiliki saat belajar Al Qur'an


Apa saja sifat yang harus dimiliki seseorang saat dia sadar bahwa dia harus pergi ke seorang guru maka sifat apa yang harus dia miliki untuk bisa belajar Quran dengan benar dengan gurunya.


Yang pertama dan utama adalah ikhlas dengan niat hanya untuk Allah SWT yaitu niat belajar Quran demi Allah demi mendapat keridhoan Allah dan tidak melakukannya untuk keuntungan duniawi atau agar orang-orang menyebutnya seorang Qari atau agar orang-orang menyebutnya ulama atau agar orang lain memuji suara indahnya atau agar orang lain memuji ilmu Tajwidnya atau agar dia mendapatkan pekerjaan atau agar dihormati dan terkenal. Melainkan satu-satunya alasan untuk belajar membaca Quran serta niat untuk mengajarkan Quran adalah untuk keridhoan Allah SWT dan mengharapkan pahala dari Allah SWT.


Hal kedua yang perlu dia miliki mencari guru yang berkualitas untuk mengajarinya ilmu Al-Quran. Apapun profesi guru itu, baik seorang petani, guru sekolah atau apapun. Asalkan dia mampu dan berkualitas (memiliki ijazah) untuk mengajarkan Al-Quran, maka orang inilah orang yang anda cari. 

Hal ketiga adalah kesabaran dan tidak menyerah karena kesalahan. Tidak diragukan lagi bahwa ketika seseorang belajar Al-Quran pasti banyak melakukan kesalahan. Bahkan guru itu akan mengoreksi kesalahan dia untuk kalimat taawduz (A'udzubillahi minasyaitanirrajim) serta untuk bismillahiramanirrahim. Dan mungkin banyak kesalahan dalam membaca Fatihah Mungkin dia akan akan kaget pada awalnya. Ini hal yang normal. Bahkan untuk seorang ahli ilmu Al-Quran sekalipun dia harus melewati tahapan tersebut, di mana dia melakukan banyak kesalahan pada pembelajaran Al-Quran sampai pada akhirnya dia mampu mengurangi jumlah kesalahannya itu dan mendapatkan sertifikat profesi dan ketartilan dalam membaca Al-Quran. Dengan demikian, orang itu harus sabar dan tidak menyerah hanya karena telah banyak salah dalam membaca dan berpikir: "saya tidak akan mampu membaca Quran" karena Allah SWT berfirman walaqad yassranal quran lizziqri fa hal mim muzzakir Sesungguhnya kalian akan mendapati Quran mudah untuk diingat maupun dibaca bagi siapapun yang ingin menghafalnya.


Hal keempat yang harus dia miliki adalah kebulatan tekad dan semangat yang tinggi. dan pantang menyerah Orang yang memiliki kebulatan tekad, dan secara tulus berupaya keras dan mengorbankan waktu dan tenaganya untuk belajar Al-Quran, maka Insya Allah, Allah akan memberkati tindakannya ini dan Allah akan memberkati usaha kerasnya itu. 



Metode belajar Al Qur'an dari guru Al Qur'an


Saat seseorang menemukan guru Al-Quran yang tepat dan dia ingin belajar darinya. Apa cara yang 

dia gunakan untuk belajar Al-Quran dari gurunya itu?


Ada tiga metode belajar Al-Quran dari guru Al-Quran. dari seorang guru Quran. 


Metode pertama adalah guru akan membacakannya kepada muridnya, bisa ayat atau penggalan ayat. Kemudian muridnya itu akan mengulanginya setelah gurunya itu. Jika sang guru 

menyadari adanya kesalahan, maka dia akan mengoreksi kesalahan muridnya itu sampai akhirnya benar. Jadi metode ini pada prinsipnya berdasarkan pembacaan gurunya dan muridnya akan mengulanginya dan gurunya akan mengoreksi kesalahan jika dibutuhkan. Ini 

adalah metode terbaik. Karena murid mendengarkan pembacaan yang benar dari gurunya. Dan dia harus mengaplikasikannya di depan guru itu. Kemudian guru itu mengoreksi tiap kesalahan yang dibuat muridnya. Itulah metode yang pertama.


Metode kedua adalah murid membaca Al-Quran terlebih dahulu tanpa ada contoh pembacaan Al-Quran dari gurunya. Metode ini biasanya dilakukan oleh murid yang memiliki latar belakang ilmu membaca Al-Quran. Maka murid itu membacakan Al-Quran kepada gurunya, dan guru itu hanya mendengarkan. Jika dia mendengar kesalahan maka dia akan mengoreksi kesalahan muridnya atau pondasi ilmu Al-Quran. Ini adalah cara yang paling umum saat ini sampai bacaannya benar. Ini adalah cara yang tepat untuk seseorang yang memiliki latar belakang atau pondasi dalam ilmu Al-Quran. Bagi dia yang membacakan Quran 

kepada gurunya lalu guru akan mengoreksi kesalahannya. Ini adalah cara yang paling umum 

saat ini. 


Metode ketiga yaitu murid mendengarkan pembacaan gurunya. Sekelompok murid akan mendengarkan gurunya membaca Al-Quran, misalnya surat Fatihah dan kemudian mereka pulang dan mempraktikannya. Metode ini adalah metode yang jarang dipakai dan ini adalah metode dengan standard yang terendah. Mengapa? Karena guru tidak mendengarkan muridnya membacakan Al-Quran dan tidak pula mengoreksi kesalahan mereka. Murid hanya mendengarkan pembacaan gurunya, namun sebaliknya guru tidak mendengarkan pembacaan Al-Quran muridnya. Metode ini sama dengan murid yang mendengarkan dari rekaman Quran.Rekaman Al-Quran dalam bentuk tape record tidak akan mampu mengoreksi kesalahan.


Adab Saat Membaca dan Mempelajari Al Qur'an


Ada sejumlah perilaku yang harus kita praktikan saat membaca dan mempelajari Quran.


Yang pertama kita harus mengagungkan Al-Quran. Setiap kali mendengarkan pembacaan Al-Quran. Setiap kali mendengarkan pembacaan Al-Quran kita harus diam dan menyimaknya. Allah SWT berfirman "waidza qurial quranu fastamiullahu waarsutu la'allakum turhamun. Jika kamu mendengarkan Al-Quran sedang dibaca maka dengarkanlah dan diamlah supaya kamu mendapat rahmat. Jika kamu mendengarkan Al-Quran sedang dibaca maka dengarkanlah dan diamlah supaya kamu mendapat rahmat. Artinya orang itu tidak boleh bicara atau terlibat dalam percakapan.


(2) Saat Quran dibacakan Anda pun harus melindungi Al-Quran dari apapun yang akan mengotorinya. Oleh sebab itu anda tidak boleh membiarkan Al-Quran dibuat mainan oleh anak-anak, disobek dan tidak boleh ditulis seperti baik di luar maupun di dalam Al-Quran itu sendiri. Anda pun harus menempatkannya di tempat yang tertinggi dan tidak boleh ada buku yang ditempatkan di atasnya untuk menghormatinya. Perlakuan yang sama pun berlaku pada Al-Quran dalam bentuk CD, anda pun harus menemptakannya di tempat yang tertinggi. dan tidak boleh menempatkan benda lain di atasnya untuk menghormatinya. Dan dia pun tidak boleh bersandar pada Quran baik itu dengan punggung atau lengannya. Anda pun harus melindungi kertasnya. Kalaupun tidak bisa digunakan kembali ataupun tidak bisa dibaca lagi, maka anda harus membakarnya. karena menurut para ulama. Ini merupakan cara yang terbaik untuk memusnahkan kertas Al-Quran jika sudah usang ataupun rusak dan sudah tidak terbaca lagi. Anda harus membuangnya di tempat yang tidak seorang pun bisa menginjaknya ataupun membuatnya berceceran. Saat Ustman RA, saat dia mengumpulkan semua kertas ke dalam satu mushaf, dia membakar kertas-kertas mushaf sisanya. Dia pun harus melindungi mushaf Al-

Quran itu dari debu, air dan minyak ataupun segala sesuatu yang bisa membuatnya kotor. dia 

harus melindunginya dari segala hal tadi.


Yang ketiga anda tidak boleh membaca Al-Quran di tempat yang kotor atau tempat yang tidak layak seperti kamar mandi.


(4) Anda pun harus membacanya dengan ketenangan dan pikiran yang damai. Anda pun harus membacanya dengan hati yang penuh hormat. Tidak boleh cepat dalam membaca Al-Quran seolah-olah anda membaca koran atau majalah. Namun Al-Quran harus dibaca pelan-pelan dan penuh ketenangan. 


Kelima, anda tidak boleh membiarkan mushaf terbuka jika anda harus meninggalkannya dan pergi dan melakukan sesuatu. Sebaiknya anda menutupnya dan lakukan dulu apa yang harus dilakukan. Saat kembali, anda bisa membuka kembali mushaf ke bagian semula yang ingin anda baca dan melanjutkannya. Seperti yang dinyatakan Imam Qurtubi dalam Pengantar Tafsir.


Yang keenam, anda tidak boleh membaca Al-Quran saat menguap ataupun membuang gas (kentut). Seperti yang dijelaskan oleh para ulama tentang hal ini. Yang ketujuh, dia tidak boleh menyentuh Al-Quran jika belum bertaharah atau belum bersuci. Sebaiknya anda harus berwudhu sebelum menyentuh Al-Quran. Hal ini dikarenakan Rasulullah SAW bersabda: La yamassal quran illa thahir." Tidak seorang pun boleh menyentuh Al-Quran kecuali dia sudah suci." Dan sahabat rasul, Musa Ibnu Uqash yang membacakan Quran kepada ayahnya Ibnu Uqash dari mushaf, artinya dia sedang menyentuh mushaf lalu, dia menyentuh bagian intimnya hal itu membatalkan wudhu menurut pendapat ulama secara umum. Lalu, ayahnya berkata: la allaka masasta zakarah, qala kuntuna qala kum fatawaddha qala kuntum fatawadhatu' tsumma raja'at Dia berkata: apakah kamu sudah menyentuh bagian intimmu? Lalu dia menjawab: ya. Ayahnya berkata: pergilah berwudhu dia menyuruh anaknya untuk wudhu karena telah membatalkan wudhu. Makanya, dia wudhu dan kembali sehingga dia bisa melanjutkan 

bacaannya Hadis ini otentik diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Muwatta. Jadi, seseorang harus dalam keadaaan suci, jika ingin menyentuh Quran dan ini suatu kewajiban. Dan jika dia ingin membaca Quran maka lebih baik baginya untuk membaca Quran setelah wudhu meskipun sebenarnya tidak harus. Atau anda bisa baca Quran tanpa menyentuhnya tanpa wudhu. Sebaliknya, jika ingin menyentuh Quran, maka harus wudhu.


Definisi Tajwid


Hal pertama, apa definisi tajwid itu sendiri? Secara linguistik tajwid artinya yaitu membuat sesuatu lebih indah. jawwada Jamwidu tajwidan artinya untuk membuat sesuatu lebih baik atau lebih indah. Menurut pandangan ilmu, tajwid artinya mengucapkan tiap huruf dari titik artikulasinya. Dan memberikan tiap huruf karakteristiknya dan melakukannya dengan benar. Jadi ada tiga hal. 


Yang pertama untuk mengartikulasi tiap huruf dari titik artikulasinya. Tiap huruf dalam bahasa Arab huruf alfabet manapun Saat kita mengucapkan atau mengartikuasikannya huruf ini datang dari tengah tenggorokan anda. atau dari bibir Contohnya saat anda mengucapkan huruf "mim". Ini datang dari bibir. Dan inilah titik artikulasi dari 

huruf "mim". Dan jika anda mengartikulasi 'a dari 'ain, maka datang dari tengah tenggorokan. Dan ini dianggap sebagai titik artikulasinya. Jika anda akan mengucapkan "ja" atau jim, maka ia datang dari lidah bagian tengah anda. Inilah titik artikulasinya. Oleh sebab itu tajwid yang pertama adalah mengartikulasikan tiap huruf dari titik artikulasinya. Sehingga anda bisa membacanya dengan benar. Jika anda mengucapkannya dari titik mana saja, maka tidak akan keluar seperti seharusnya. 


Yang kedua adalah untuk memberikan tiap huruf sifatnya masing-masing. Tiap huruf memilki sifatnya masing-masing yang selalu bersama dengan huruf tersebut. Dan tidak pernah meninggalkan huruf tersebut. Sifat hururf itu harus diterapkan. Jika seseorang memilki praktik bahasa alami dari bahasanya sendiri dari bahasa Arab, Jadi jika anda ingin mengucapkan shod maka harus dengan berat. maka dia tidak perlu memikirkan penerapan sifat huruf. Contohnya, 

huruf mim atau huruf shod salah satu sifatnya adalah istila memiliki sifat tinggi dan berat. Yaitu dilakukan dengan menaikan lidah. Sedangkan untuk huruf "sin". Huruf ini sifatnya ringan, dan tidak seberat shod. Karena lidah kita lebih rendah saat mengucapkan sin. Setiap kali kita mengucapkan sin maka harus dengan ringan, dan tiap kali mengucapkan shod harus dengan berat. Jadi, berlaku isti'la, atau sifat berat. Dan ketinggian lidah harus menyertai pengucapan shod. Baik itu dalam dhommah ataupun fatah atau kasroh. Sedangkan untuk sin, inilah pilihannya sebagai huruf yang ringan karena ringan dan mustafid dan lidahnya dalam keadaan rendah. Saat anda mengucapkannya maka tiap kali anda membacanya di dalam Al-Quran maka huruf itu memiliki sifat tersebut. Kadang sifat huruf itu datang pada keadaan tertentu. Misalnya untuk idgham, saat kita menghadapi nun sukun dengan ya, maka nun sukun harus diucapkan dengan aturan idgham. dan kita akan belajar nanti Misalnya, Famayya'mal, maka nun sukun tidak diucapkan faman ya'mal, namun diucapkan menjadi famayya'mal. Oleh sebab itu pada situasi ini anda menerakan idghom pada nun sukun. Ini hanya sifat yang hanya datang di situasi tertentu. Jadi tajwid adalah ikhrajul makhrajul mim makhroji wayatho umul haqqu wahua mustahaqqi minassifat. Artinya memberikan tiap huruf atau mengucapkan tiap huruf dari titik artikulasi dan memberikan tiap huruf sifatnya masing masing dan 

melakukannya dengan benar. 


Mengapa kita menerapkan tajwid? 


Apakah kita menerapkannya juga dalam membaca koran ataukah menerapkan Tajwid pada buku lainnya? Tidak, para ulama berpendapat bahwa tajwid secara spesifik hanya diterapkan pada huruf Al-Quran. Jadi, subjek Tajwid adalah Quran. Ada pula sebagian ulama yang berpendapat bahwa kita pun harus menerapkan tajwid pada pembacaan hadis. Mereka berpendapat kalian harus membaca Hadis Rasulullah SAW dengan aturan Tajwid. Namun, sebagian besar ulama mengoreksi pendapat itu, yaitu tajwid hanya diterapkan pada huruf-huruf Al-Quran. Dan tidak pada lainnya. Yang benar adalah pendapat pertama Mengapa? 


Apakah manfaat dari belajar Tajwid dan 

menerapkannya? 


Tujuan utamanya adalah melindungi lidah dari kesalahannya dalam pengucapan. Kesalahan pengucapan ini bisa menyebabkan makna yang berbeda. atau tidak menyebabkan perbedaan makna Salah satu pengucapan yang salah dan menyebabkan beda makna dan hal yang berbahaya sebagaimana firman Allah SWT "wadzkuru idzkuntum qalilan fakatstsarakum." Jika seseorang membacanya "wadzkuru idzkuntum qalilan fakassarakum" dan tidak menaikan lidah ke atas untuk mengucapkan "tsa" Namun, dia malah mengucapkan "sa" Seperti yang diucapkan sebagian orang. Maka maknanya akan menjadi "dan ingatlah waktu di saat kamu sedikit dalam jumlah dan Allah mematahkanmu yang artinya Dia 

menghancurkanmu kassara artinya mematahkan atau menghancurkan Sedangkan pembacaan yang benarnya adalah wadzkuruu idzkun(g)tum qalilaang fakatstsarakum fakatstarakum yang artinya Dia menambah jumlahmu. Ingatlah saat Allah membuatmu dalam jumlah yang sedikit, dan Allah dengan rahmat-Nya menambahkan jumlahmu menambah polulasimu. Itulah makna 

yang tepat. Jika seseorang ingin mengucapkan fakatstsarakum maka ingatlah makna dengan 

awalnya jumlah mereka sedikit dan Allah mematahkanmu atau menghancurkanmu. 


Sekarang kita sadar betapa pentingnya mempelajari tajwid untuk membaca Al-Quran dengan benar tanpa membuat kesalahan pengucapan yang bisa menyebabkan salah makna. 


Apa keutamaan tajwid? 


Ini merupakan salah satu ilmu yang mulia, karena ini berkaitan dengan firman Allah dan Al-Quran. Apa hubungannya dengan ilmu yang lain? Ini adalah salah satu ilmu dalam Islam yang berkaitan dengan pengagungan Al-Quran. 


Siapakah pendiri atau penemu ilmu tajwid? 


Dari pandangan praktis, Rasulullah SAW adalah satu-satunya orang yang mengajarkan umat aplikasi tajwid, lalu para sahabatnya belajar darinya Sedangkan dari sudut pandang teoretis, siapakah sebenarnya yang menuliskan ilmu tajwid? Maka jawabannya adalah Abul Aswad. Para ulama berbeda pendapat Ada beberapa pihak yang berpendapat Abul Aswad Ad-duali, Abu Ubiad Al-Qasim Ibnu Salam dan ada juga yang berpendapat Falidi bin Ahmad, sebagian lagi berpendapat ulama yang lainnya. 


Lalu bagaimana tajwid dirangkum? 


Tajwid dirangkum melalui rantai pembacaan. 

Rasulullah SAW mengajarkannya kepada beberapa sahabat sementara yang lainnya membaca Al-Quran. Kemudian mereka mengajarkan para murid mereka, yang berlanjut mengajarkan ke murid-muridnya lagi sampai pada akhirnya ke kita, yaitu cara Rasulullah SAW membaca Al-Quran. Semua murid dan para ahli tajwid menuliskan aturan tajwid yang sudah diterapkan. 


Misalnya, mereka menuliskan aturan mad harus memanjangkan pengucapan suaranya ataupun jika ada nun sukun yang datang setelah huruf tertentu. Apa yang harus diucapkan pada nun sukun. Mereka hanya menuliskan dan menyusun aturan yang sudah diterapkan. Namun, cara menurunkannya dalam praktiknya melalui rantai dari pembacaan dari Rasululah SAW kepada para sahabatnya para tabiinnya sampai akhirnya pada kita semua, dari generasi ke generasi.


Apakah aturan mempelajari dan menerapkan tajwid?


 Menurut pengertian tajwid secara teoretis, maka merupakan fardhu kifayah. Ini bersifat wajid bagi sebagian dari kita. Artinya cukup sebagian dari kita memahami tajwid secara teori mengajarkannya kepada orang lain atau masyarakat. Yang artinya wajib hanya untuk sebagian Muslim yang harus belajar Tajwid secara teoretis atau aturan teori Tajwid. Dan tidak wajib bagi setiap Muslim untuk belajar Tajwid secara teori Sedangkan untuk penerapannya, maka berlaku untuk tiap individu Muslim, wajib baginya untuk membaca Al-Quran sesuai tajwid kapanpun dia ingin membaca Quran. 

Kita pun sudah membahas buktinya. Rasulullah SAW menyuruh para sahabatnya untuk membaca Al-Quran dan mempelajarinya dari empat orang. Dan dia sudah menyebutkan keempat orang itu. Para sahabat sangat tegas dalam mengajarkan tajwid karena Ibn Masud menyuruh muridnya untuk membaca ayat sesuai dengan yang dicontohkan Rasul dengan pengucapan dan pemanjangan suara yang benar. Ada juga beberapa ahli tajwid yang berpendapat bahwa semua ahli tajwid sepakat dengan suatu konsensus menerapkan tajwid bersifat wajib bagi tiap individu Muslim yang ingin membaca Quran. Dan seperti yang disebutkan sebelumnya setiap amal ibadah syarat diterimanya ibadah adalah dua. Yang pertama adalah ikhlas dalam niatnya dan yang kedua mengikuti Sunnah dalam hal cara ibadah dan membaca Al-Quran adalah amal ibadah. Oleh sebab itu, penting untuk belajar membaca sesuai yang dicontohkan Rasulullah SAW. 


Alasannya kuat, mengapa para ahli tajwid menuliskan aturan tajwid dan bukan hanya membacakan Al-Quran dengan benar tanpa menuliskan aturannya. Alasannya karena Islam menyebar bahasa Arab bercampur non- Bahasa Arab dan lidah menjadi lemah dan orang-orang 

mulai membaca Al-Quran dengan tidak benar. Sehingga mereka khawatir jika mereka tidak menuliskannya maka orang-orang itu akan kehilangan kemampuan membaca Al-Quran yang 

sesuai dengan cara dicontohkan Rasul Oleh sebab itu mereka menuliskan aturannya secara spesifik dan tersusun rapi sehingga mudah untuk dipahami dan diterapkan. Inilah salah satu cara Allah SWT melindungi Al-Quran dengan memerintahkan para ahli tajwid meletakan pondasi aturan tajwid, sehingga tiap orang bisa membaca dan menerapkannya. 


Prinsip yang harus dipegang seseorang dalam mempelajari dan menerapkan tajwid


Ada beberapa prinsip yang harus dipegang seseorang dalam mempelajari dan menerapkan tajwid. Maka harus mematuhi prinsip berikut ini. Semuanya ada empat prinsip.


Prinsip yang pertama adalah mengartikuasikan huruf dari titiknya, atau makhraj huruf. Mengetahui dari mana asalnya huruf. baik itu dalam mulut atau keluar dari bibir.


Prinsip yang kedua adalah mengetahui sifat huruf dan menerapkan sifat ini. Yang makhraj huruf misalnya, huruf 'ain yang diucapkan dari tenggorokan bagian tengah. Dengan mengetahui dari mana asal pengucapan 'ain dan membacanya dari titik artikulasi itu. Yang kedua yaitu sifat huruf, Salah satu karakteristik dari huruf "ba" jika huruf itu diikuti sukun maka berlaku aturan qalqalah yang artinya anda harus memberikan getaran suara ekstra misal pada huruf dal misalnya untuk qul huwallahu ahad qul huwallahu ahad. Tidak bisa hanya mengucapkan 'ahad" langsung berhenti. Namun, ucapkan "ahadd" suara dal yang bergetar (bergerak) disebut dengan qalqalah Itulah salah satu sifat dari huruf dal jika dengan harakah sukun. Maka yang harus diterapkan adalah sifat qalqalah.


Prinsip yang ketiga aturan yang harus diterapkan pada tiap huruf berdasarkan sususan. Artinya beberapa huruf, anda harus memberikan pelesapan jika mereka datang berurutan. Misalnya nun sukun diikuti ya, maka harus menerapkan idgham. Faman ya'mal harus diucapkan menjadi famayya'mal. Jadi memasukan nun sukun ke dalam ya. Oleh sebab itu yang anda dengar adalah ya dengan gunnah, dengan suara sengau. Inilah aturan yang harus diterapkan karena susunan huruf-huruf tertentu. Satu kali lagi, jika nun sukun diikuti ya maka terapkan aturan ghunnah maksud saya harus terpakan idgham dengan ghunnah. Kita akan membahasnya lebih mendalam kemudian. 


Prinsip yang keempat adalah melatih lidah dan mengulanginya. Setelah anda belajar bagaimana mengucapkannya maka anda harus mempertahankannya bacaan yang benar dengan terus berlatih teruslah melatih lidahmu sampai lidahmu menjadi terbiasa Sama halnya dengan otot badan kita lainnya, lidah bisa saja lemah di awal, dengan latihan namun setelah banyak latihan, maka akan bertambah kuat dan bisa melakukan apa yang anda ingin lakukan.

Kamis, 19 Maret 2020

Beriman kepada kitab-kitab Allah: Kitab At Taurat bagian 01

Halaqah 8 - Kitab At Taurat bagian 01


At Taurat berasal dari bahasa Ibrani yang berarti ajaran. Diantara kabar yang kita ketahui tentang Taurat di dalam Alquran dan Al Hadits. 


Pertama kitab At Taurah atau Kitab Taurat ini diturunkan kepada Nabi Musa Alaihissalam. Allah berfirman,


وَلَقَدْ ءَاتَيْنَا مُوسَى ٱلْكِتَٰبَ وَقَفَّيْنَا مِنۢ بَعْدِهِۦ بِٱلرُّسُلِ


"Dan sungguh Kami telah berikan kepada Musa Alkitab yaitu kitab Taurat dan kami susulkan setelahnya dengan Rasul-rasul. (Albaqarah 87)


Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,


الْتَقَى آدَمُ وَمُوسَى فَقَالَ مُوسَى لِآدَمَ آنْتَ الَّذِي أَشْقَيْتَ النَّاسَ وَأَخْرَجْتَهُمْ مِنْ الْجَنَّةِ قَالَ آدَمُ أَنْتَ مُوسَى الَّذِي اصْطَفَاكَ اللَّهُ بِرِسَالَتِهِ وَاصْطَفَاكَ لِنَفْسِهِ وَأَنْزَلَ عَلَيْكَ التَّوْرَاةَ قَالَ نَعَمْ


"Bertemu Adam dan Musa, maka berkata Musa kepada Adam, 'Apakah engkau adalah Adam yang telah menyengsarakan manusia dan mengeluarkan mereka dari surga?' Adam berkata, 'Apakah engkau telah memilihmu dengan risalahnya dan memilihmu untuk dirinya dan menurunkan kepadamu Kitab Taurat?' Musa berkata, 'Iya'." (hadits riwayat Bukhari dan Muslim)


Kedua, di sana ada beberapa kata di dalam Alquran yang Allah gunakan untuk mengungkapkan Kitab Taurat ini, 

pertama adalah at taurah, dan ini yang paling banyak Allah pakai di dalam Alquran diantaranya Allah berfirman,


نَزَّلَ عَلَيْكَ ٱلْكِتَٰبَ بِٱلْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَأَنزَلَ ٱلتَّوْرَىٰةَ وَٱلْإِنجِيلَ


"Dia telah menurunkan atasmu Alkitab yaitu al-qur'an dengan benar, membenarkan kitab-kitab sebelumnya dan Dialah yang telah menurunkan Taurat dan Injil."  (Ali imran ayat yang ke-3) 

Kedua, di antara nama lain adalah alkitab Allah berfirman,


وَلَقَدْ ءَاتَيْنَا مُوسَى ٱلْكِتَٰبَ وَقَفَّيْنَا مِنۢ بَعْدِهِۦ بِٱلرُّسُلِ


"Dan sungguh Kami telah berikan kepada Musa Alkitab yaitu kitab Taurat dan kami susulkan setelahnya dengan Rasul-rasul. (Albaqarah 87)


Yang Ketiga, Al Furqon. Allah berfirman, 


وَلَقَدْ ءَاتَيْنَا مُوسَىٰ وَهَٰرُونَ ٱلْفُرْقَانَ وَضِيَآءً وَذِكْرًا لِّلْمُتَّقِينَ


"Dan sungguh kami telah berikan kepada Musa dan Harun Al Furqon yaitu Taurat dan cahaya serta peringatan bagi orang-orang yang bertakwa." (al-anbiya 48)


Yang keempat, kitab Musa. Allah berfirman,


وَمِن قَبْلِهِۦ كِتَٰبُ مُوسَىٰٓ إِمَامًا وَرَحْمَةً


"Dan sebelum Alquran adalah kitab Musa sebagai imam dan rahmat." (al ahqaaf 12)


Yang kelima, diantara nama lain dari at taurah adalah al alwaah. Allah berfirman,


وَكَتَبْنَا لَهُۥ فِى ٱلْأَلْوَاحِ مِن كُلِّ شَىْءٍ مَّوْعِظَةً وَتَفْصِيلًا لِّكُلِّ شَىْءٍ


"Dan kami telah menulis untuknya yaitu untuk Musa di dalam Al Alwaah yaitu Taurat segala sesuatu sebagai nasehat dan perincian untuk segala sesuatu. " (Al A'raaf : 145)


Dan di dalam sebuah riwayat yang lain di dalam Shahih Muslim dari kisah percakapan antara Nabi Adam dan Musa Alaihissalam,  Nabi Adam berkata kepada Musa 


وَأَعْطَاكَ الْأَلْوَاحَ فِيهَا تِبْيَانُ كُلِّ شَيْءٍ


"dan Allah memberimu al alwaah di dalamnya penjelasan segala sesuatu."


Yang keenam adalah shuhuf musa menurut sebagian ulama yang berpendapat bahwa suhuf Musa adalah Taurat

Rabu, 18 Maret 2020

Fiqh 101. 6 tahap perkembangan fiqh : Tahap Rasulullah SAW.

6 tahap perkembangan fiqh.


Tahap pertama, tahap Rasulullah SAW. Terhitung sejak diangkatnya beliau sebagai rasul Allah yaitu usia 40 tahun, selama 23 tahun terakhir hidupnya, 

yaitu 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah antara tahun 609 – 742 M. Pada periode tersebut, satu-satunya sumber hukum adalah wahyu Ilahi, baik itu wahyu di dalam quran maupun sunnah. Bisa dikatakan tahap ini adalah fase wahyu. Quran merupakan kata-kata langsung dari Allah SWT. Sunnah adalah interpretasi praktis Rasulullah SAW, bagaimana mengaplikasikan wahyu Allah SWT, apa yang Rasulullah SAW lakukan, apa yang beliau setujui atas praktek kehidupan yang sudah ada dan yang tidak dilarang oleh beliau. Hal-hal tersebut cukup untuk menjadi dasar, meskipun Rasulullah SAW sendiri tidak melakukannya. Pada zaman Rasululah SAW, apa yang dilakukan para sahabat tidaklah cukup untuk menjadi bagian dari sunnah kecuali disebutkan bahwa Rasulullah SAW mengetahuinya dan tidak mengatakan apapun. Karena hanya dengan melakukan sesuatu pada masa Rasulullah SAW tanpa kehadiran Beliau pada saat itu, tidak berarti hal itu dapat diterima. Karena, para ulama setuju, Rasulullah SAW tidak mungkin tidak mengatakan apapun apabila beliau tidak menyetujui sesuatu yang berlangsung sepengetahuannya.


Begitu juga dengan apapun yang Nabi Muhammad SAW lakukan, apabila Allah SWT tidak berkenaan, maka Dia akan segera mengoreksinya. Karena untuk tidak mengoreksinya dengan segera, berarti membiarkan kesalahan pada generasi-generasi selanjutnya. Jadi Rasulullah SAW dilindungi dari kesalahan yang berarti apa yang beliau sampaikan kepada umatnya adalah kebenaran dan hanya kebenaran, lengkap. Dalam menyampaikan pesan lengkapnya, yaitu melalui kesalahannya kemudian dikoreksi oleh Allah SWT. Jadi disamping melalui kebenaran yang disampaikan dan dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, juga dari kesalahannya yang Allah izinkan beliau lakukan. Ini adalah poin penting. Dimana Allah SWT mengizinkan Rasul-Nya melakukan ijtihad dan membuat keputusan yang salah, untuk kemudian dikoreksi oleh-Nya. Ini penting untuk menunjukkan bahwa beliau pun manusia biasa. Seperti disebutkan dalam Al Quran, Katakanlah sesungguhnya aku adalah manusia biasa seperti kalian semua. Satu-satunya perbedaan adalah wahyu Allah SWT datang kepadaku. 


Dari perspektif legal, bagaimana wahyu ini datang? Selama 23 tahun wahyu turun 

secara bertahap, sebagai jawaban dari suatu keadaan, masalah yang perlu solusi. Jadi ada dua 

faktor yang berperan, yaitu kejadian yang menimpa Nabi Muhammad SAW, yang diawali 

dengan yas alunaka, dia bertanya kepadamu. 


Contohnya:


يَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْخَمْرِ وَٱلْمَيْسِرِ ۖ قُلْ فِيهِمَآ إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَٰفِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَآ أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا 


"Mereka bertanya kepadamu (Muhammad SAW) tentang minuman beralkohol dan judi. Katakan: bahwa pada keduanya adalah dosa yang besar, dan di dalam kedua terdapat beberapa manfaat, tetapi dosa dari keduanya lebih besar daripada manfaatnya." (al Baqarah 219)


Juga kejadian Hilal ibn Umayya yang menuduh istrinya berbuat zina. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Apakah kamu bisa mendatangkan saksi (sebanyak empat orang)? Jika tidak kamu mendapat 80 hukuman cambuk di punggungmu!!" 

Hukum ini ada untuk mencegah terjadinya fitnah. Hilal berkata, "Wahai Rasulullah, apabila seseorang dari kami melihat seorang laki-laki di atas istrinya, haruskan mencari saksi?" Kemudian turun surat An Nur ayat 6-9 yaitu, “Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina), padahal mereka tidak mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka kesaksian masing-masing orang itu ialah empat kali bersaksi dengan nama Allah, bahwa sesungguhnya dia termasuk orang yang berkata benar. Dan sumpah yang ke-5 bahwa laknat Allah akan menimpanya jika dia berdusta”. 


Jadi ayat ini mencegah hukuman awal. Untuk meyakinkan bahwa tuduhan tersebut bukan sembarangan, bukan sekadar menyebar rumor. 


Semua orang dapat memfitnah siapapun, dan bersumpah palsu. Pada Intinya, ini adalah masalah yang harus dibawa ke pengadilan untuk diputuskan. Apabila terbukti fitnah, maka hukuman 80 cambukan yang dilakukan. Jadi Allah SWT menetapkan cukup bagi mereka bersumpah 4 kali yang menyatakan bahwa perkataannya benar, sebagai pengganti empat orang saksi. Di sisi lain, hukum ini melindungi hak perempuan. Kalau tidak, mereka bisa begitu saja menerima tuduhan dan hukuman sesuai hukum. 1400 tahun yang lalu saat perempuan tidak dipandang penting, bahkan diperlakukan sebagai property, dijual, dipindahtangankan, dll. Islam sudah melindungi hak-hak perempuan. Hukum Islam menyatakan bahwa “ia (perempuan) terhindar dari hukuman apabila dia bersumpah empat kali atas nama Allah bahwa dia (suaminya) berdusta. Dan sumpah yang kelima bahwa kemurkaan Allah atas dirinya (istri) 

jika suaminya berkata benar.” Jadi kehormatannya (perempuan) dilindungi. Ini salah satu hal yang bisa diajukan untuk mematahkan anggapan bahwa Islam tidak menghargai wanita.


Berkenaan dengan hukum/legislatif yang berasal dari Sunnah. Sama prinsipnya, yaitu dari masalah yang dihadapi Nabi Muhammad SAW, jawaban dari pertanyaan, atau respon dari suatu kejadian tertentu. Contoh pertanyaannya yaitu mengenai hewan laut yang mati, berwudhu dengan air laut, pertanyaan salah satu sahabat yang bepergian dengan kapal laut. 


Pada dasarnya mereka mengetahui mengenai berwudhu dengan air tawar, seperti air dari sumur, danau, air hujan, dll. Sementara bila menggunakan air laut tidak terasa seperti membersihkan. Jadi ia ragu mengenai hal ini. Ia bertanya, dapatkah engkau berwudhu dengan menggunakan air laut? Jawaban Nabi bahkan menjawab pertanyaan yang lebih penting, yaitu air laut itu suci, artinya bisa untuk berwhudhu, dan juga bisa membuat suci binatang laut yang mati di laut. Sehingga bahkan hewan laut pun tersucikan dengan air laut. Karenanya, penyamaan apapun antara hewan darat dan hewan laut tidak berlaku. 


Mereka yang mencoba membandingkan prinsip hukum Islam yang berlaku bagi hewan yang hidup di darat dan di laut. Contohnya porpoise (ketimun laut) disebut khinzirul bahar. Disebut juga babi laut. Ada babi yang diharamkan. Begitu juga dengan Sea Dog atau anjing laut. Karena babi dan anjing yang hidup di darat diharamkan, maka merekapun melarang babi dan anjing yang di laut. Dan Nabi Muhammad SAW juga mengatakan bahwa burung yang membunuh dengan cakarnya, seperti elang, juga tidak boleh dimakan. Dan mereka mengatakan kepiting mempunyai cakar, berarti tidak diperbolehkan juga untuk dimakan. Namun deduksi macam ini tidak benar. Karena Hewan yang hidup di laut memiliki Karakteristik yang sama sekali berbeda. Hewan karnivora di darat dilarang untuk dimakan, sedangkan di laut, hampir 

seluruh hewannya adalah karnivora. Ikan besar makan ikan kecil dan begitu seterusnya. Jadi semua hewan di laut dapat dimakan, bahkan ikan hiu. Semua halal. Gurita, ikan paus, dll. Tidak masalah apapun makanannya, bahkan apabila makan manusia. Bukan itu faktor yang menentukan halal atau haramnya. Artinya, apabila anda menemukan ikan mati baik itu terdampar di pantai atau mengambang di laut, anda bisa mengambilnya, memasak, dan memakannya. Di daratan, hewan yang mati dianggap sebagai mayyita dan itu haram. Namun hewan laut, anda bisa membiarkannya hingga mati di darat, anda tidak perlu menyembelihmya. Tentunya akal sehat akan menyuruh kita untuk tidak memakan makanan laut dengan kondisi buruk atau busuk. 


Jadi hukum diturunkan secara bertahap untuk mempermudah orang arab menerimanya. Masyarakat Arab zaman itu tidak mengenal hukum. Jadi tidak mungkin membawa keseluruhan 

badan hukum ditengah-tengah masyarakat, Rasulullah SAW menyampaikannya secara bertahap. Ini adalah strategi untuk memasuki komunitas tersebut tanpa penolakan yang berarti. Juga, membuatnya mudah untuk dipelajari dan dicerna. Mekanisme turunnya hukum secara bertahap ini tidak hanya dilakukan pada hukum yang bersifat umum, tapi juga yang bersifat pribadi/personal. Kita bisa melihat bagaimana aturan-aturan ini diserap sedikit demi sedikit. Contohnya pada ibadah shalat. Pada periode Mekkah, awalnya 2x sehari di pagi hari dan malam 

hari. Menjadi 5 kali sehari masing-masing dua rakaat kecuali Maghrib pada saat akan hijrah ke 

Madinah. Selanjutnya menjadi 4 rakaat kecuali Maghrib tetap 3 rakaat dan subuh tetap 2 rakaat. Demikian tahapan turunnya perintah shalat fardhu. 


Bila kita meninjau isi dari Al Quran, sumber wahyu, para ulama mengelompokkan menjadi dua macam. 


Yang pertama periode Mekkah, sejak diangkat menjadi rasul hingga hijrah. Termasuk wahyu yang diturunkan di luar Mekkah. Periode Madinah adalah sejak hijrah hingga wafatnya nabi SAW. Termasuk wahyu yang turun saat Nabi SAW kembali ke Mekkah, seperti saat melaksanakan ibadah haji dsb. Tidak hanya yang turun di Madinah. Jadi bukan yang turun di Mekkah dan yang turun di Madinah. Dua periode ini terbagi sejak dimulainya masa kenabian hingga saat hijrah ke Madinah dan waktu wafatnya nabi Muhammad SAW. 


Perbedaan utama dari kedua tahap ini, dilihat dari karakteristik masyaraktnya, pada periode Mekkah Umat Muslim hidup di tengah hukum paganisme. Sedangkan pada periode Madinah, mereka hidup di bawah hukum Islam. Di Mekkah belum ada komunitas Islam, dakwah dilakukan secara diam-diam. Sedangkan pada periode Madinah, Islam yang menguasai pemerintahan, Nabi Muhammad SAW ditunjuk sebagai Pemimpin di Madinah. Mereka membangun komunitas, membuat perjanjian kerja sama. Karena perbedaan Inilah, karakteristik ayat yang diturunkan bervariasi sesuai situasi tertentu. Berdasarkan masyarakat penerima wahyunya ada dua, apakah di tengah hukum non Islam atau hukum Islam. Non Islam disini bisa dibawah penguasa pagan ataupun muslim yang melaksanakan praktek paganism.


Pada periode Mekkah, kita tidak berurusan dengan komunitas Islam, kebanyakan ayat diturunkan untuk membangun dasar-dasar ideology, dasar untuk tahap selanjutnya. Orang-orang pertama yang akan membawa Islam kepada dunia, untuk bersiap secara spiritual, turunnya panduan. 

Zakaria Bashier penulis biografi Rasulullah SAW menyebutnya The Meccan Crucible. Bukunya terdiri dari 3 seri. Bagian pertama The Meccan Crucible. Crucible yaitu semacam wadah atau cawan yang digunakan untuk tempat berbagai bahan atau materi yang kemudian dipanaskan, dibakar, dilelehkan atau apapun itu. Begitulah gambaran kota Mekkah, periode yang penuh perjuangan bagi Muslim. Pesan pertama adalah mengenai tauhid, keesaan Tuhan. Sebenarnya ini adalah masyarakat yang sudah mengenal Allah. Namun mereka menggunakan banyak perantara. Sedikit yang menyembah langsung Allah, kebanyakan menyembah berhala-berhala masing-masing. 


Seperti dikisahkan, Umar bin Khatab tertawa dan ditanya, mengapa ia tertawa. Ia menjawab, karena pada zaman jahiliyah ia memiliki tuhan yang terbuat dari kurma. Suatu hari aku merasa sangat lapar, aku makan sebagiannya. Begitulah gambaran zaman itu. Sesuatu yang mirip dengan Hindu, banyak dewa-dewa, tuhan-tuhan kecil, dengan satu tuhan paling besar, yaitu Brahmana, yang tidak memiliki awal dan akhir, tidak berwujud, tidak bisa dijelaskan. Tapi siapa yang menyembahnya? Tidak ada. Mereka menyembah tuhan-tuhan lain kecuali dia tuhan yang esa. Jadi pesan yang turun adalah agar manusia menyembah Tuhan yang maha esa. Itulah poin utama agama Islam. Kandungan kedua adalah menunjukkan keberadaan Allah SWT, ini ditujukan kepada masyarakat yang menganggap bahwa tidak ada Allah SWT. Ayat ayat mengenai keberadaan Allah jauh lebih sedikit dibanding ayat-ayat mengenai keesaan Allah artinya pada zaman pada dasarnya bertujuan untuk mengoreksi pandangan masyarakat yang pada dasarnya sudah percaya kepada Allah, karena Inilah golongan yang mayoritas. 


Bahkan pada era komunisme di Rusia dan Cina. Meskipun mereka menyembunyikannya karena anda tidak bisa melanjutkan hidup, tidak bisa merasa aman atau memperoleh jabatan apabila anda menunjukkan kepercayaan anda. Namun saat komunisme jatuh, mulailah tampak orang-orang yang percaya kepada Tuhan, hingga mencapai 80% jumlahnya. Begitupun di Cina. Pertumbuhannya berlanjut meskipun komunis berusaha mengontrolnya. Topik lainnya pada zaman itu adalah hari akhir, dunia yang tidak terlihat, perluasan dari iman kepada Allah. Bahwa ada kehidupan akhirat. Jadi banyak ayat pada zaman ini diturunkan mengenai contoh untuk orang-orang yang percaya kepada tuhan namun tidak percaya mengenai kehidupan setelah mati. Juga mengenai peradaban Arabia di zaman sebelumnya, apa yang terjadi pada mereka. Allah menunjukkan jalan yang benar. 


Yang juga penting yaitu perintah shalat. Setelah percaya kepada Allah, percaya kepada keesaan-Nya, shalat yang merefleksikan ikatan manusia kepada Allah SWT. Surat pertama yang diturunkan secara lengkap yaitu Al Fatihah, surat pembuka, surat pertama dalam Al Quran, ini yang kita baca setiap hari dalam shalat. Poin terakhir dalam periode Mekkah, yaitu tantangan bagi orang 

Arab untuk membuktikan mukjizat Al Quran. Tantangan untuk mempertahankan Al Quran 

seperti aslinya, 10 juz seperti 10 juz dalam al Quran, dan pada 1 juz, tantangan tersebut diulang 

dua kali. Tulis satu juz seperti satu juz terpendek dalam Al Quran. Ini adalah bagian dari terbentuknya mukjizat Rasulullah SAW yang berlanjut hingga kini. 


Kita bergeser ke periode Madinah. Antara 622 tahun hijrah Rasulullah SAW ke Madinah hingga wafatnya tahun 632, selama 10 tahun. Kita lihat situasi yang islami dan teratur. Kondisi yang memerlukan organisasi, Pemimpin, bawahan, keuangan, ekonomi, pernikahan, hukum, semua hal ini perlu diatur. Jadi kita temukan 90% dari keseluruhan wahyu yang turun di Madinah berhubungan dengan kehidupan bermasyarakat. Bahkan larangan zat memabukkan turun di Madinah, dimana di Mekkah ini belum diatur. Meskipun saat di Mekkah kasusnya ada namun terpisah-pisah, belum membentuk satu komunitas. Di Madinah tindakan ini mulai menjamur dan mulai memberi pengaruh negatif kepada kaum beriman. Begitu juga denganpermasalahan lain dalam masyarakat seperti judi, pembunuhan sesama, makan babi, hukuman untuk zina, kemiskinan semua ini diturunkan di Madinah. Disini juga ditemukan aturan yang membolehkan jihad, berperangnya kaum muslim untuk membela diri. 


Awalnya ini dilarang, Jangan berperang melainkan bersabar. Mengapa? Karena muslim awalnya kalah jumlah. Pada saat mulai ada keteraturan, Kekuatan perang terbentuk, turun perintah itu untuk memerangi kaum pagan. Disini juga turun ayat mengenai Kristen dan yahudi sementara di Mekkah hanya satu kaum saja yang dihadapi, yaitu kaum pagan. Terutama karena peradaban di Madinah dibangun oleh kaum Yahudi, bangsa Yatsrib. Terlihat pada Peta Israel Besar-nya Parlemen Yahudi yang mencakup Madinah. Ayat-ayat Al Quran mengenai Yahudi jumlahnya lebih sedikit dibanding dengan yang berhubungan dengan nasrani walaupun Madinah merupakan kota yahudi. Hal ini dikarenakan, umat nasrani yang lebih dekat dengan umat islam. Aturan-aturan dalam ajaran Yahudi banyak yang mirip dengan ajaran Islam. Aturan pernikahan, dsb. Namun mereka lebih jauh dari Islam. Karena begitu kerasnya penolakan mereka terhadap ajaran Islam padahal mereka sudah lebih tahu. Penolakan yang didasarkan pada ketidakpedulian. Pada saat mereka mendengar ajaran Islam, mereka menghampiri Islam untuk kemudian menjauhinya. Karena itu Allah SWT menurunkan wahyu tidak lebih banyak bagi kaum yahudi dibanding nasrani. Namun tetap keduanya disebut dalam Al Quran.


Kelompok terakhir selain Kaum Yahudi dan Nasrani yang juga disebut dalam Al Quran yaitu golongan hipokrit/orang-orang munafik. Dari sudut pandang Islam, Munaafiquun yaitu seseorang yang berpura-pura menjadi orang Islam. Itu yang dimaksud, hipokrit dalam perspektif Islam. Dalam bahasa Inggris, hipokrit adalah orang yang tidak sesuai antara perkataan dan perbuatan. Mengapa pada periode Mekkah Al Quran tidak menyebut-nyebut golongan munafik? Karena di Mekkah, menjadi muslim berarti masalah. Mengaku muslim artinya harus menanggung hukuman, siksa, hukum mati, dsb. Dalam kondisi ini, Tentunya tidak ada orang munafik. Sementara di Madinah, kaum muslimnya kuat, banyak keuntungan bila mengaku beragama Islam. Dan merupakan strategi untuk menghancurkan Islam dari dalam. Inilah resiko perkembangan dan Kekuatan Islam.


Quran berdasarkan topik besarnya dibagi tiga yaitu Akidah, mencakup rukun iman, dikenal juga sebagai Ilmul Kalam atau teologi skolastik atau syariah. Kedua, reformasi karakter manusia atau ilmu Akhlak dan yang ketiga yaitu Fiqh, syariah atau hukum Islam. Berurusan dengan masyarakat dan kebutuhannya.


Sekarang jika kita berlanjut pada isi legalnya, kita temukan ada dua macam, satu hubungan manusia dengan Allah dan kedua, hubungan manusia dengan manusia, termasuk Allah dengan semua makhluknya yang lain. Jadi bentuknya adalah berupa penyembahan seperti shalat. Aspek ekonomi dan social seperti zakat. Atau fisik yang sifatnya memperkuat jiwa seperti puasa dan haji.


Dari sisi kehidupan dalam masyarakat, ada empat area yang terdapat dalam Al Quran. 


Pertama, ada perlindungan terhadap struktur keluarga. Karena keluarga adalah pokok atau 

pondasi dari masyarakat. Apabila keluarga terlindung dan berada di jalan yang benar, maka 

masyarakatnya pun demikian. Apabila keluarga berantakan, maka masyarakat pun berantakan. Karenanya ada aturan mengenai pernikahan, perceraian, waris, yang termasuk aspek social. 


Selanjutnya kedua, aturan mengenai properti yaitu transaksi bisnis, karena manusia adalah mahluk sosial, tidak mungkin hidup sendiri. 


Yang ketiga, untuk melindungi property seseorang, dikeluarkanlah hukum kriminal, aturan-aturan mengenai konsekuensi pelanggaran-pelanggaran hukum.


Keempat, yaitu mengenai dakwah dan mempertahankan Islam yang disebut jihad. Baik dalam skala individual ataupun massal.